LogoDIGINATION LOGO

Saat Bisnis Susah, Ini yang Bikin Pantang Menyerah!

author Oleh Wicak Hidayat Minggu, 30 September 2018 | 17:20 WIB
Share
ilustrasi target bisnis (Shutterstock)
Share

Merintis bisnis sendiri memang bukan hal mudah. Kadang kamu menemui hal-hal yang bikin lelah, marah dan rasanya ingin menyerah. Apa rahasianya supaya tetap bergairah?

Bagi Muhammad Maula Nuruddin Al Haq, salah satu pendiri Afrakids, bisnis itu dimulai dari niat. Kembali ke niat itulah yang kemudian membuatnya tetap mau menjalankan bisnis meskipun situasinya tidak sesuai yang diharapkan. Afrakids adalah merek busana muslim bagi anak-anak dengan produk utama kaos. Saat ini merek tersebut sudah menjangkau seluruh Indonesia dengan lebih dari 1.700 agen penjualan dan 30.000 reseller. Agen-agen terbaik mereka bahkan bisa mencapai penjualan Rp100-200 juta per bulannya.

Namun, Afrakids tentu tidak tiba-tiba lahir menjadi besar. Saat awal merintis, Maula mengakui ada banyak momen yang bisa saja membuatnya menyerah. Misalnya saat ia memulai masuk ke bisnis itu di 2013. Dengan modal Rp 30 juta, Maula dan rekan-rekannya memproduksi 2.000 lembar kaos untuk anak dengan merek Little Muslim. Setelah berbulan-bulan melakukan upaya keras, produk tersebut hanya mampu mencapai break even point (BEP) dan tidak menghasilkan laba.

“Orang lain mungkin akan mengatakan, wah cuma BEP, berarti tidak terbukti nih bisnisnya,” ujar Maula saat ditemui Digination.id di kantor pusat mereka di Pasir Putih, Depokm, Jawa Barat. Namun ia kembali kepada niat awal membuat bisnis tersebut. Dan ini yang membuatnya pantang menyerah.

Baca juga: Kenali 3 Jenis Investor untuk Bisnismu

Muhammad Maula Nuruddin Al Haq, salah satu pendiri Afrakids (Hes Hidayat/Digination.id)

Start With Why

“Di masa awal, yang perlu dikuatin adalah visi misi founder. Kami mulai dari kenapa harus mulai ini? Start with Why-nya kuat,” ujar Maula. Start with Why adalah judul buku Simon Sinek yang cukup populer dan berpengaruh. Afrakids dimulai dari kegelisahan para pendirinya mengenai problem yang dihadapi umat Islam di Indonesia. Why mereka adalah untuk memberi kontribusi pada perkembangan umat Islam.

“Di masa pengembangan, why itu harus kuat banget. Karena (masa) itu yang berat banget. Di masa itu kita menjawab pertanyaan, apakah impian (bikin usaha) ini naif banget nggak, sih? Akan berhasil atau nggak, sih?” tuturnya. Why yang kuat, tambahnya, bisa bernilai lebih dari uang dan akan membantu motivasi lebih lanjut. Niat yang kuat ini yang kemudian membuat Maula dan rekan-rekan tak menyerah meskipun eksperimen awal mereka seakan mentok.

“Kami bukan hanya melihat bahwa ini tidak berhasil, ya. Tapi kami juga lihat ada feedback dari konsumen awal, dan feedback positifnya banyak. Kami melihat ini bisa berhasil, hanya waktu itu metodenya belum tepat,” ujarnya. Afrakids didirikan, ujar Maula, adalah untuk menghadirkan dampak spiritual dan sosial. Jadi memang bukan hanya sekadar berbisnis semata. Ini yang kemudian memperkuat para pendirinya untuk terus berjalan meski susah.

Baca juga: 3 Tantangan Utama Pebisnis Lokal

Salah satu desain kaos Afrakids (Dok. Afrakids)

Bikin Nasi Goreng Pakai Data

Cerita Afrakids bukan hanya soal niat. Satu tema besar yang muncul dari perbincangan dengan Maula adalah soal data.

Inisiasi awal Afrakids dilakukan oleh Maula bersama Hisyam Hasanah. Keduanya berangkat dari kegelisahan yang sama, kebetulan waktu itu mereka berbagi kamar saat menghadiri sebuah pelatihan online marketing yang sama di Solo, Jawa Tengah. Hisyam adalah pengusaha konveksi yang memasok kaos bagi merek-merek tertentu, sedangkan Maula punya latar belakang di dunia periklanan dan pemasaran.

Ibaratnya, ujar Maula, setelah menemukan why untuk bisnis mereka maka keduanya ‘membuka kulkas’ dan memutuskan mau masak apa. “Ibaratnya orang mau makan, buka kulkas, dan ada nasi, telor, ya udah bikin nasi goreng aja,” tuturnya. Setelah memutuskan untuk membuat bisnis kaos alias “masak nasi goreng” itu, mereka kemudian berpikir: nasi goreng ini bisa diapain lagi?

Dalam hal ini, Afrakids kemudian memanfaatkan metode berbasis data yang cukup lazim dan populer di kalangan startup digital, metode itu bernama Design Thinking. Prosesnya dimulai dengan identifikasi masalah lalu pengambilan data melalui observasi.

Observasi dilakukan terhadap masalah yang ada. Hasil observasi itu kemudian diwujudkan ke sebuah prototype yang diujicobakan ke pasar untuk mendapatkan feedback. Setelah melalui itu semua, saat ini tantangan Afrakids ada di sisi produksi. Maula mengakui proses produksi harus bisa lebih lincah lagi, waktu untuk mencapai pasar harus bisa lebih cepat.

Setelah lima tahun berjalan, apakah Afrakids sudah mencapai fase mapan alias mature? “Kalau kami melihatnya, mature itu seperti Unilever. Saat ini Afrakids bisnisnya masih dalam fase growth,” ia menegaskan.

Yap, buat kamu yang sedang merintis bisnis, jangan lupa untuk punya niat dan tujuan yang kuat seperti Maula dan rekan-rekannya, ya. Hal itu yang bakal membantu kamu kalau sedang menemui kesulitan.

Berani coba, kan?

Baca juga: Kapan Memulai Bisnismu Sendiri?

  • Editor: Dikdik Taufik Hidayat
TAGS
RECOMMENDATION
LATEST ARTICLE

Tips Hemat Naik Pesawat

berikut tips agar bisa lebih hemat naik pesawat domestik di Indonesia!

Selasa, 9 April 2024 | 11:39 WIB