LogoDIGINATION LOGO

Ini Dia 11 Startup AI Indonesia Terdepan Versi Nanalyze

author Oleh Dikdik Taufik Hidayat Rabu, 1 Mei 2019 | 14:35 WIB
Share
anak-anak bermain telepon-teleponan (Shutterstock.com)
Share

Untuk negara dengan 17.508 pulau, mungkin cukup mengejutkan untuk dipikirkan bahwa hanya tiga negara lain di dunia yang memiliki lebih banyak orang daripada Indonesia. Negara ini memiliki sejarah yang kaya, populasi yang terus bertambah, serta 1 decacorn dan 3 unicorn yang merumput di padangnya yang subur. Dari 311 unicorn dunia (menurut situs CB Insights per Januari 2019), 4 dari mereka (sekarang sisa 3, 1 lompat menjadi decacorn), berakar di Indonesia.

Akhir tahun 2018 lalu, Nanalyze, media online yang berbasis di New York, Amerika Serikat (www.nanalyze.com) mengirim salah satu penelitinya dan menghabiskan beberapa minggu di ibu kota Indonesia, Jakarta, untuk melihat perkembangan teknologi. Penelitian itu menghasilkan banyak penelitian lainnya tentang bagaimana Indonesia bersaing dalam perlombaan kecerdasan buatan global (Artificial Intelligence/AI).

Nanalyze melakukan beberapa pencarian Crunchbase, menyisir situs web perusahaan, melakukan banyak wawancara dan berbicara dengan para pendiri startup. Hasilnya, woila, ada 11 startup AI top versi mereka di Indonesia saat ini, yaitu Snapcart, Kata.ai, BJtech, Sonar, Nodeflux, Bahasa.ai, Prosa.ai, Dattabot, Eureka.ai, AiSensum dan Deligence.ai.

Menurut Nanalyze, startup-startup tersebut harus bangga dengan apa yang telah mereka capai karena masing-masing menonjol. Nah, coba kita lihat lebih dekat masing-masing startup top versi Nanalyze ini...

Baca juga: Ajak UMKM Go-Digital, Startup Asal Yogya Ini Raih Penghargaan Australia Awards!

Snapcart
Didirikan tahun 2015, Snapcart membuat aplikasi mobile yang memberikan cashback pada pembeli yang memindai dan meng-upload kwitansi pembelian yang mereka punya. Ini memungkinkan perusahaan mengumpulkan begitu banyak data pembelian, menganalisanya kemudian menawarkan pemahaman mereka yang mendalam dan real-time kepada nama-nama besar seperti Johnson & Johnson, Unilever, P&G, dan Nestle.

Snapcart saat ini beroperasi di Indonesia, Filipina, Singapura, dan Brasil. Dengan tingkat retensi dan keterlibatan yang tinggi, Snapcart juga dapat mengirim survei bertarget kepada pelanggan yang relevan pada waktu yang tepat. Sistem ini juga dapat mengungkap transaksi dari rantai independen di mana solusi yang ada saat ini tidak dapat menangkapnya. Hingga saat ini mereka telah memroses lebih dari setengah miliar kwitansi.

Baca juga: Bangga, Indonesia Salah Satu yang Terbaik untuk Investasi

salah satu survey Snapcart tentang pembersih wajah (dari Nanalyze.com)
Kata.ai
Didirikan tahun 2015, startup dari Jakarta, Kata.ai membangun platform conversational AI (AI percakapan) nomor wahid di Indonesia. Sebuah studi kasus yang mereka terbitkan berbicara tentang keberhasilan Unilever ketika menggunakan chatbot untuk terlibat dengan pelanggan. Personil chatbotnya adalah perempuan bernama Jemma, dan ditempatkan di Line messenger, salah satu aplikasi perpesanan yang cukup populer di Indonesia. Kurang dari setahun setelah penempatannya, Jemma berhasil memperoleh 1,5 juta teman, dengan lebih dari 50 juta pesan masuk dalam 17 juta sesi. "Beberapa dari mereka bahkan mencoba untuk menceritakan mimpi dan masalah mereka kepadanya," kata studi kasus tersebut. Percakapan terpanjang yang sempat tercatat bahkan melebihi 4 jam!

Studi kasus lain, lanjut Nanalyze, membahas penyebaran chatbot oleh Telkomsel, operator seluler terbesar di Indonesia dengan lebih dari 120 juta pelanggan (hampir setengah populasi negara ini). Ternyata 96% pertanyaan pelanggan sebenarnya dapat ditangani oleh chatbot, dengan interaksi manusia yang minimal. Agar skalanya lebih cepat, perusahaan membangun platform yang sangat apik dan membuatnya mudah bagi siapa pun untuk membuat bot.

Nanalyze sempat berbincang dengan CEO dan Co-Founder Kata.ai, Irzan Raditya, tentang mengapa AI percakapan begitu populer di Indonesia. "Sebagian besar karena pemain teknologi besar berada di belakang permainan ketika datang Natural Language Processing (NLP) untuk Bahasa Indonesia," kata Irzan. Bukan hal yang mudah, kata Nanalyze, ketika mencoba memahami bahasa Indonesia, yang memiliki 13 cara berbeda untuk mengatakan huruf "I." Ketika perusahaan seperti Accenture bermitra dengan Kata.ai untuk menawarkan proyek, Kata.ai menunjukkan bahwa merekalah yang terbaik.

Baca juga: Benarkah Artificial Intelligence Akan Menggantikan Tenaga Marketing?

membuat chatbot (Nanalyze.com)
BJtech
Pindah ke startup conversational AI kedua, BJtech. Didirikan tahun 2015, perusahaan ini telah mengembangkan platform yang dapat membantu Anda membuat chatbot untuk bisnis. Produk pertama mereka adalah "teman" virtual yang dapat melakukan sesuatu untuk Anda tanpa mengharapkan imbalan apa pun, dan aplikasi perbankan yang cerdas. Klien mereka diantaranya Uber, Skyscanner, dan Zomato.

Sonar
Didirikan tahun 2015, Sonar telah mengembangkan platform pemantauan media sosial yang dapat berbicara dalam Bahasa Indonesia. Sebagai contoh, perusahaan besar Unilever Indonesia tentunya tak ingin influencer bersuara keras yang mengocehkan produk pemutih kulit terbaru mereka dan melihat apa yang orang katakan tentang produk tersebut. Mereka dapat menggunakan platform seperti Sonar. Platform ini memungkinkan Anda memantau media sosial real-time. Mereka memroses lebih dari 1 juta percakapan sehari yang semuanya dapat ditarik kemudian untuk diteliti lebih dalam. Sonar juga dapat mengukur sentimen, dan Air Asia menggunakannya untuk memantau bagaimana orang-orang marah ketika penerbangan mereka tertunda.

Nodeflux
Beralih sejenak dari tema Bahasa Indonesia, ada startup bernama Nodeflux yang didirikan tahun 2016. Mereka mengembangkan platform analitik video cerdas pertama di Indonesia. Didukung Telkom Indonesia, mereka juga telah bermitra dengan NVIDIA untuk menawarkan layanan analisis video kepada GO-JEK. Platform ride sharing ini menggunakan layanan Nodeflux dan memantau kamera CCTV di jalan-jalan Jakarta untuk melacak di mana 1 juta lebih mitra mereka berada selama waktu tertentu. Selain itu, Nodeflux juga menawarkan layanan seperti pengenalan wajah, pembacaan plat, pemantauan banjir, dan deteksi sampah.

Baca juga: Artificial Intelligence Bantu Jaringan Ritel

salah satu layanan Nodeflux untuk GoJek (Nanalyze.com)
Bahasa.ai
Kembali ke conversational AI bernama Bahasa.ai, sebuah startup yang didirikan tahun 2017. Mereka berusaha “membangun modul NLP yang paling kuat untuk Bahasa Indonesia". Berdasarkan penelitian yang Nanalyze amati di Kata.ai, mereka melakukan pekerjaannya dengan baik dan salah satu pesaing mereka menjamin kemampuan Bahasa.ai sangat bagus. Dengan kata lain, mereka bukan perusahaan yang hanya membuat skrip chatbot dan mengatakan mereka menggunakan AI, padahal tidak.

Prosa.ai
Berikutnya ada Prosa.ai yang didirikan tahun 2018 oleh para ahli AI Indonesia untuk NLP dalam teks dan pidato. Mereka sudah memiliki tarif berlangganan di situsnya dan Nanalyze juga melihat bahwa Prosa.ai didukung oleh pemodal ventura terkemuka di Indonesia sehingga mereka berasumsi bahwa skema bisnis startup ini tentunya dapat bersaing.

Dattabot
Didirikan tahun 2003, startup Indonesia Dattabot - sebelumnya dikenal sebagai Mediatrac - adalah perusahaan analitik big data yang telah mengumpulkan perpustakaan data paling komprehensif di Indonesia. Nanalyze duduk bersama para pendirinya, Regi Wahyu dan Imron Zuhri, yang memberi tahu bagaimana mereka mulai memindai dunia data Indonesia yang "gelap", dimana sebagian besar offline dan dalam bentuk cetak. Pada 2010, Dattabot mulai meningkatkan penawaran data mereka dan pada 2015, berubah menjadi perusahaan seperti sekarang ini yang menargetkan sektor industri.

Baca juga: Artificial Intelligence Ternyata Bisa Bikin Kamu Enjoy Kerja, Lho!

layanan yang ditawarkan Dattabot (Nanalyze.com)
Proyek pertama Dattabot melibatkan perusahaan FMCG (Fast Moving Consumer Goods) besar dengan 3 database data yang tak ingin menghabiskan uang untuk membangun gudang data. Dattabot menggunakan beberapa algoritma AI pintar untuk menyelesaikan masalah itu. Abrakadabra, pendapatan perusahaan tersebut melonjak ketika mereka mengoptimalkan berbagai aspek operasi, misalnya "masalah salesman keliling".

Kemudian muncul salah satu provider telekomunikasi terbesar di Indonesia dengan masalah yang juga besar: Lebih dari 90% akun dibayar dimuka, lalu bagaimana Anda bisa tahu yang mana pelanggannya? Dattabot juga menggunakan AI untuk menyelesaikan masalah tersebut. Saat itulah Dattabot menyadari bahwa peluang yang lebih besar dapat ditemukan di sektor pertanian. Ini adalah sebuah industri dengan 49 juta petani yang mewakili 41% total tenaga kerja. Anak perusahaan mereka, Hara.ag, kemudian lahir, dan kisah di baliknya pun sangat menarik.

Eureka.ai
Tidak banyak yang Nanalyze ketahui tentang Eureka. Informasi yang mereka tahu hanyalah bahwa Eureka dipimpin oleh Benjamin Soemartopo, yang sebelumnya bekerja di McKinsey & Company selama 12 tahun sebagai Managing Partner dan CEO untuk Indonesia. Ia sebelumnya adalah Managing Director untuk Private Equity Bank Standard Chartered di Indonesia selama 6 tahun. Eureka memungkinkan kemitraan antara operator seluler dan perusahaan di industri termasuk perbankan, asuransi, transportasi, dan barang-barang konsumen dengan kehadiran global.

Baca juga: Sst... Ini Dia Tren Artificial Intelligence Tahun 2019!

AiSensum
Sumber utama pendapatan startup ini adalah kemitraan monetisasi data dengan platform mereka yang disebut Octopi. Ini adalah sebuah dashboard SaaS (Software as a service, salah satu model lisensi software yang memberikan akses ke software yang bersangkutan melalui langganan atau subscription) yang digerakkan dengan pembelajaran mesin yang menghasilkan wawasan intelijen bisnis mendalam. Perusahaan ini juga menawarkan Robotic Process Automation (RPA) yang mereka gambarkan sebagai “biaya rendah untuk perusahaan yang tak mau atau tak dapat berinvestasi dalam platform AI yang sepenuhnya otomatis". Mereka juga memiliki perusahaan sejenis bernama Neurosensum yang menggunakan AI untuk riset konsumen.

Deligence.ai
PerusahaanTerakhir adalah startup bernama Deligence.ai. Nanylaze hampir tidak tahu apa-apa tentang mereka karena Deligence.ai begitu sibuk melakukan hal-hal seputar AI sehingga belum membuat profil di Crunchbase. Satu-satunya alasan mereka masuk dalam daftar top-11 versi Nanylaze adalah karena seorang pendiri yang mereka ajak bicara memberikan jaminan untuk mereka. Menurut situs webnya, Deligence.ai memberikan "organisasi akses paling optimal ke visi komputer termutakhir, pembelajaran mesin, dan teknologi big data".

Kesimpulan

Setelah melupakan AI untuk beberapa saat, Nanalyze melihat kesempatan yang begitu besar dari negara terbesar ke-4 di dunia, Indonesia. Banyak orang-orang berbakat dan bersemangat yang mereka ajak bicara dapat melihat peluang begitu besar di sini. Kesuksesan yang mengejutkan dari startup seperti GO-JEK, yang sekarang menyandang gelar decacorn, dan sebaliknya, betapa terisolasinya Indonesia dan relatif belum tersentuh teknologi saat ini.

Di masa mendatang, Nanylaze juga akan melihat lebih dekat seperti apa peluang investasi yang mungkin ada untuk investor ritel di Indonesia - sebagian besar di bidang ETF (Exchange Traded Fund, sebuah upaya pendanaan yang secara sederhana dapat diartikan sebagai Reksa Dana yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia) - dan juga terjun lebih jauh ke dalam permasalahan big data Indonesia dan bagaimana hal tersebut dipecahkan.

Wah, ternyata startup AI kita keren juga, kan?

Baca juga: Artificial Intelligence Akan Gantikan Peran Manusia? Masa, Sih?

  • Editor: Dikdik Taufik Hidayat
  • Sumber: entrepreneur.com, Nanalyze.com
TAGS
RECOMMENDATION

2021, Indonesia "Menang Banyak" dari Ekonomi Digital

Studi terbaru Microsoft dan IDC Asia/Pacific yang bertajuk “Membuka Dampak Ekonomi Transformasi Digital di Asia Pasifik/Unlocking the Economic Impact of Digital Transformation in Asia Pacific” mengungkapkan bahwa ekonomi digital diperkirakan akan me

Selasa, 13 Februari 2018 | 12:40 WIB
LATEST ARTICLE

Tips Hemat Naik Pesawat

berikut tips agar bisa lebih hemat naik pesawat domestik di Indonesia!

Selasa, 9 April 2024 | 11:39 WIB