LogoDIGINATION LOGO

K & J Beauty Yang "Digilai" Saat Ini...

author Oleh Alfhatin Pratama Selasa, 25 September 2018 | 08:30 WIB
Share
Ilustrasi Produk Kecantikan (Shutterstock)
Share

Hai penggemar produk kecantikan Korea Selatan dan Jepang, siapa yang tidak mengetahui tentang lendir siput, telur salmon, dan ekstrak jamur? Akhir-akhir ini, bahan-bahan dasar kosmetik tersebut menjadi populer. Generasi milenial mulai beralih dari produk kecantikan buatan Barat ke merek Korea Selatan dan Jepang yang menngunakan kearifan ramuan dari Timur.

Perusahaan-perusahaan kecantikan seperti Kose, Shiseido, dan Amorepacific Corporation sudah merambah di dua pasar utama dunia, Tiongkok dan Amerika Serikat (AS). Mereka menjadi tantangan besar bagi perusahaan-perusahaan kecantikan Barat.

Korea Selatan tahun lalu menjadi sumber utama impor produk kecantikan Tiongkok, untuk pertama kalinya, nilainya menggeser L'Oreal, perusahaan kosmetik asal Perancis. Padahal, L’Oreal telah lama memimpin pasar produk kecantikan di Tiongkok. Tahun ini, K-beauty diprediksi akan menempatkan diri pada peringkat pertama sekali lagi, disusul dengan perusahaan kosmetik asal Jepang yang kemungkinan menempatkan diri pada urutan kedua.

Baca juga: Buka Akses ke Tiongkok, New York Fashion Week Kerja Sama dengan Alibaba

ilustrasi produk kecantikan (shutterstock)

Tahun 2017, pasar kosmetik Tiongkok tumbuh 9,6% menjadi sekitar USD53,5 miliar, termasuk produk perawatan rambut. Setiap toko kosmetik selalu memberi kejutan baru. Contohnya, Etude House merilis 50 produk baru setiap bulan dan mendapat pengaruh besar dari influencer yang mengunggah foto dan video di media sosial. Merek ini memiliki 68 toko di Tiongkok, naik 50% sejak tahun 2016.

Di AS, K-beauty mendapatkan popularitas melalui situs e-commerce bernama Soko Glam. Perusahaan ini didirikan oleh Charlotte Cho dan David K. Cho. Sejak beroperasi tahun 2012, Soko Glam merupakan salah satu penyedia produk K-beauty terkemuka di AS. Mereka melakukan review produk melalui tulisan di situs resmi dan video di Youtube. Tidak hanya menjual produk kecantikan asal Negeri Gingseng tapi mereka juga mendidik pelanggan tentang cara mewarat dan berpikir tentang kecantikan.

Sebagian besar kesuksesan K-beauty berasal dari penekanannya pada perawatan kulit yang fokus pada bahan dasar unik dan banyaknya produk baru yang inovatif. Selain itu, menurut Alicia Yoon, pendiri situs e-commerce Peach & Lily, produk kecantikan Korea memiliki elemen ritualistik tersendiri yang sangat khas. Peach & Lily sendiri telah mendistribusikan K-beauty ke toko-toko di AS, seperti Urban Outfitters, Sephora, dan Target. Mereka juga telah bekerjasama dengan perusahaan farmasi raksasa asal Negeri Paman Sam yang bernama CVS dan berhasil mendistribusikan produk ke lebih dari 2.100 outlet di seluruh AS.

Baca juga: Subscriber YouTube Bisa Jadi Pelanggan Fanatik

ilustrasi perawatan kulit (Shuttestock)
Namun, persaingan antara ­K-beauty dan J-beauty tidak dapat dielakkan. "Produk Jepang, yang sangat efektif kegunaannya, diterima dengan baik karena kualitasnya yang tinggi," kata Masahiro Horita, manajer umum salah satu cabang Kose di Tiongkok. Perusahaan yang sudah memiliki 13 toko ini bertujuan untuk memiliki 30 toko di Tiongkok pada tahun 2020. Selain itu, ada juga Shiseido yang akan fokus pada layanan pelanggan di 270 tokonya di Tiongkok. Sedangkan Pola Orbis Holdings berencana meningkatkan jumlah tokonya menjadi 34 toko.

J-beauty menerima pujian di AS dari para ahli perawatan kulit dan konsumen karena hasil kecantikan yang tidak terlihat gimmick atau seperti tipuan. Merek Jepang ReFa juga sangat berpengaruh di pasar AS dengan ReFa S Carat, sebuah produk perawatan kulit wajah yang berguna untuk mengangkat kulit kendur.

Dengan bergesernya perusahaan kecantikan asal Korea Selatan dan Jepang menjadi penguasa pasar, perusahaan kecantikan asal Benua Eropa mulai berbenah. Mereka berupaya meneliti produk yang sesuai dengan kulit pelanggan Asia.

Bagaimana di Indonesia, ya?

Baca juga: Optimalkan Potensi Pasar, Startup Fintech di Amerika Ramai Beriklan di New York City Subway

  • Editor: Dikdik Taufik Hidayat
  • Sumber: Nikkei Asian Review
TAGS
RECOMMENDATION

Nih, Peluang Bisnis Anti-Mainstream!

bagaimana cara menangkap sinyal peluang yang anti-mainstream? Dr. Sandy Wahyudi, dosen Marketing Universitas Ciputra dalam bukunya Stupid Marketing “Only Stupid Marketers Keep Learning” membagikan rahasia agar kamu bisa menangkap “sinyal peluang” se

Selasa, 11 September 2018 | 10:30 WIB
LATEST ARTICLE

Tips Hemat Naik Pesawat

berikut tips agar bisa lebih hemat naik pesawat domestik di Indonesia!

Selasa, 9 April 2024 | 11:39 WIB