Perilaku finansial kita ternyata tidak berubah selama beberapa tahun terakhir. Mumpung masih muda, lebih baik kita puas-puaskan dulu keinginan untuk berbelanja, travelling, nonton konser, pokoknya bersenang-senang. Karena, kapan lagi kan bisa begitu, selagi belum menikah?
Ketika ditegur mungkin jawaban kita akan seperti ini, “Aku bisa saja cari duit lagi, tapi aku nggak akan pernah.…” lalu disambung dengan foto travelling di Korea atau nonton konser Coldplay yang mungkin hanya akan terjadi sekali seumur hidup.
Intinya, mending menikmati hidup sekarang, memikirkan tabungan nanti saja belakangan.
Sekarang, generasi kita disebut-sebut semakin banyak terlibat dalam "doom spending", terapi belanja yang dilakukan untuk membantu mengatasi stres sehari-hari.
Baca juga: Chatbot AI Membuat Kemampuan Berpikir Kritis dan Memori Jadi Menurun?
Parahnya lagi, menurut survei dari Credit Karma akhir Mei lalu, hampir setengah dari Generasi Z (49%) merasa bahwa menabung untuk masa depan itu tidak ada gunanya.
Pilihan-pilihan tersebut menggambarkan keterampilan pengelolaan uang yang rendah. Kenyataan ini menyebabkan Gen Z menyalahkan sekolah karena tidak mengajarkan mereka lebih banyak tentang cara mengelola keuangan secara efektif.
Padahal, dari semua generasi, Gen Z justru yang punya akses ke informasi keuangan dengan mudah sehingga memiliki kesempatan untuk belajar sendiri.
Akses Informasi Keuangan Lebih Mudah
Zaman sekarang, akses informasi soal keuangan sudah ada di dalam genggaman. Dari aplikasi budgeting, investasi, sampai mengecek skor kredit—semua bisa dilakukan dari HP.
Generasi sebelumnya harus belajar soal saham dari buku tebal atau ikut seminar mahal. Sekarang? Tinggal buka TikTok atau YouTube.
Bahkan, sudah banyak “finfluencer” alias influencer keuangan yang jago bikin konten seru dan mudah dipahami. Dari cara melunasi utang, menyiapkan dana darurat, sampai tips investasi dengan gaji UMR. Ada juga podcast dan buku yang membahas tips keuangan tanpa bikin ngantuk.
Baca juga: Meta Uji Coba Fitur DM di Threads: Bisa Chat Langsung tanpa lewat Instagram
Tetapi kenapa masih banyak yang bingung?
Ternyata, meskipun aksesnya sangat mudah, hanya 33% Gen Z yang betul-betul mencari info keuangan dari medsos, begitu menurut survei dari Spruce. Banyak dari kita yang malah ikut tren keuangan viral seperti loud budgeting atau soft saving, padahal belum tentu mengerti dasar-dasarnya.
Masalah lain: saking banyaknya informasi, kita jadi malah bingung. Mana yang benar? Mana yang hanya merupakan iklan terselubung? Apalagi sekarang konten bisa dibuat AI, sehingga makin sulit membedakan yang kredibel dan yang ngibul.
Karena itu, kita juga harus pintar-pintar menyeleksi informasi keuangan. Karena ke depan, serangan informasi yang menyesatkan tampaknya akan semakin masif.
Belajar dari Rumah Sejak Dini
Kembali ke persoalan bahwa tidak semua sekolah mengajarkan cara mengelola keuangan pribadi. Saat ini ilmu mengelola keuangan secara praktis belum menjadi prioritas di sekolah. Apalagi jika guru juga belum menguasai tentang masalah keuangan.
Faktanya, mayoritas orang belajar tentang keuangan dari rumah. Menurut riset dari University of Michigan, anak umur lima tahun saja sudah bisa merasa senang atau sayang waktu membelanjakan atau menyimpan uang. Artinya, orang tua punya peran penting untuk mengajarkan hal ini dari awal.
Baca juga: Google sedang Menyiapkan AI untuk Membalas Email dengan Gaya Kita Sendiri
Orang tua perlu mengajarkan kebiasaan baik, mengajak ngobrol soal keuangan keluarga, memperkenalkan produk-produk tabungan atau investasi, dan menunjukkan bagaimana cara menabung untuk tujuan tertentu.
Sekarang, mau nggak mau orang tua harus bisa belajar bersama anak untuk mengetahui pentingnya mengelola keuangan sejak dini.
Sebagai Gen Z, kita pun wajib belajar mempersiapkan keuangan untuk ke depannya. Semua informasi ada di smartphone kita. Pelan-pelan, belajar dari dasar lebih dulu. Membuat budgeting, memahami utang baik dan buruk, dan mulailah menabung.
Punya skill untuk mengatur keuangan itu akan terus terpakai, dan bisa membuat hidup kita jauh lebih tenang.
- Editor: Dini Adica
- Sumber: Bloomberg