LogoDIGINATION LOGO

Command Center, Smart City & AI

author Oleh Prof. Suhono Harso Supangkat Senin, 20 Agustus 2018 | 11:50 WIB
Share
ilustrasi (Shutterstock)
Share

Sejak permulaan berkembangnya Smart City (Kota Cerdas), istilah Command Center (Pusat Perintah) atau saya sebut sebagai pusat kontrol sering kita dengar. Bahkan kadang banyak pihak yang mencoba beranggapan, bahwa Kota disebut Kota Cerdas jika di Kota tersebut telah dibangun Pusat Kontrol.

Kondisi ini mungkin tidak selalu benar, karena setelah dibangun Pusat Kontrol, tetap saja Kota itu, tidak kerasa perubahan, antara sebelum dan sesudah dibangun. Kadang Pusat control tersebut malah hanya tempat foto Bersama (Wefie) atau tempat kunjungan tamu. Saat ada tamu dihidupkan, setelah tamu pulang mati lagi.

Secara sederhana, memang kelihatan mewah jika di Kantor Walikota atau suatu Dinas tersebut ada layar lebar entah bentuk video Wall atau videotron atau Video Projection, yang bisa melihat “beberápa” kondisi kota melaui sensor CCTV. Sebagian kondisi kota bisa dilihat secara langsung di layar tersebut. Kebanyakan di kota yang kelihatan baru terkait sebagian kondisi jalan, atau sungai.

Gerakan menuju Kota Cerdas saat ini sudah menggelora, sejak kota didera oleh arus urbanisasi, di mana jumlah penduduk di suatu negara yang hidup di kota telah mendekati 60 persen. Jika didiamkan pertumbuhannya maka tahun 2050 jumlah penduduk yang hidup di kota bisa melebihi 70 persen.

Jumlah lahan di kota sangat kecil dibanding desa, kebutuhan akan energi, air, sarana dan prasarana jalan hingga kebutuhan pokok kota menjadi sangat tinggi.

Kondisi ini tentu akan mempengaruhi kenyamanan maupun keamanan penduduk yang hidup di kota kota tersebut. Pengelolalan kota perlu di optimalisasikan menjadi lebih efisien dan efektif.

Kota adalah sistem besar atau sistem dari sistem, yang terdiri dari manusia, sarana dan prasarana jalan, pendidikan, perdagangan, kesehatan hingga keamanan. Interaksi antar bagian komponen kota bisa terjadi. Interaksi antar komponen kota itu bisa bersifat kolaborasi, integrasi maupun tanpa bentuk.

Interaksi & Data Driven

Interaksi antar komponen kota inilah sejatinya menjadi bagian penting dalam suatu pengelolaan kota. Interaksi antara pengguna “Go-jek” dengan penyedianya, mau beli makanan, kirim barang atau mau diantar ke tempat tujuan. Contoh interaksi lainnya perizinan suatu usaha baru ke pemerintah dengan berbagai prasyaratnya. Interaksi antara warga dengan warga hingga pemerintah.

Interaksi tentu memerlukan alat komunikasi, baik itu bisa berupa sensor, daring (email), tatap muka atau melalui komunikasi media sosial lainnya.

Sementara itu suatu pemerintahan, industri atau suatu organisasi di Kota, dalam kesehariannya memerlukan data untuk diproses menjadi suatu keputusan atau tindakan berikutnya

Proses itu bisa dibagi dalam 3 tahap utama yaitu “sensing”, “Understanding” dan “Acting”. Proses sensing adalah bagaimana sistem tersebut bisa mendapatkan data nyata (real) di lapangan yang senantiasa berubah. Proses dilanjutkan dengan pemahaman (Understanding) terhadap kejadian di lapangan dengan proses pembelajaran (learning) menggunakan konsep AI (Artificial Intelligence) atau model lain sehingga memberikan alternatif tindakan yang paling baik untuk suatu masalah tertentu.

Proses tersebut juga sering disebut sebagai OOKT, Observasi, Orientasi, Keputusan dan Tindakan. Setiap keputusan dan tindakan dilakukan melalui proses pembelajaran yang paling baik dengan menggunakan data data nyata di lapangan. Proses ini di perkotaan disebut sebagai Data Driven Smart City.

Proses lup tertutup ini barangkali PR yang sangat berat, karena menyangkut suatu pemahaman (understanding) yang cukup rinci dan tindakan yang waktu nyata (real time). Dari banyak observasi kami, fungsi pusat control yang dibangun masih berfungsi sebagai bagian kecil pusat monitor, baru bisa melihat sebagian kondisi kota, itupun masih banyak yang tidak memberikan gambaran atau kondisi tidak normal. Manusia masih harus melihat semua kondisi. Mungkin perintah tindakan jika sedang melihat atau laporan.

Kecerdasan Buatan

Pencerdasan sistem pengelolaan kota bisa dibantu dengan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence). Semua data yang diambil oleh sensor baik gambar, suara atau data lainnya, di ekstraksi kemudian di proses melalui suatu proses pembelajaran. Dengan proses pembelajaran akan dihasilkan suatu analisis secara nyata dan cepat tentang kondisi nyata di suatu lokasi tertentu. Jika terjadi kondisi tidak normal maka sistema akan memerintahkan tindakan kepada unit (aktor) terkait dengan masalah tersebut.

Konsep inilah yang saat ini biasa disebut sebagai Cyber to Physical System (CPS), suatu integrasi antara kondisi fisik lapangan dan terhubung dengan proses virtual menggunakan jaringan internet dan sejenis. Sistem ini memerlukan suatu sistem perangkat untuk mendeteksi data, menghitung hingga melakukan tindakan secara terintegrasi.

Proses pembangunan OOKT dan CPS tidak hanya masalah melulu teknologi tetapi juga masalah proses dan orang yang meliputi pengguna, operator hingga pengelolaan. Semoga rancangan Pusat Kontrol , Kendali atau perintah dirancang dengan baik. Tidak sekedar orientasi projek, tetapi lebih ke arah peningkatan proses.

  • Editor: Wicak Hidayat
TAGS
RECOMMENDATION

Implementasi Smart City Bisa Dengan Kolaborasi

Smart city atau kalau di dalam Bahasa Indonesia disebut dengan Kota Cerdas merupakan kota masa depan yang banyak diidam-idamkan oleh banyak kota, tak terkecuali kota-kota di Indonesia

Senin, 23 Juli 2018 | 15:31 WIB
LATEST ARTICLE