LogoDIGINATION LOGO

Makin Canggih! Tools AI Kini Sudah Bisa Duduk di "Kursi Sutradara"

author Oleh K Ghaluk Verrell Widiatmoko Kamis, 31 Juli 2025 | 10:00 WIB
Share
Kalau dulu filmmaker mengandalkan CGI (computer-generated imagery) buat efek khusus, sekarang cukup pakai tools AI.
Share

Siapa sangka, kecanggihan teknologi yang dulu cuma muncul di film sci-fi, kini jadi senjata utama industri kreatif. Kalau dulu filmmaker mengandalkan CGI (computer-generated imagery) buat efek khusus, sekarang cukup pakai tools AI.

Dari studio film Hollywood sampai dunia agensi, AI jadi rekan kerja yang bisa menyusun script, menyulap sketsa, dan mengedit video dalam hitungan menit. Yang dulunya perlu tim besar dan hari-hari editing, kini cukup beberapa prompt.

Ini bukan cuma soal kecepatan, tapi standar baru dalam berkarya. Kreativitas tidak lagi terbatas alat dan waktu, karena AI membuat eksplorasi makin luas, berani, dan presisi.

AI di Kursi Sutradara

Industri kreatif selalu jadi ajang eksperimen teknologi. Sekarang, giliran AI duduk di kursi sutradara. Menurut Forbes (2024), banyak tempat produksi film yang sudah menggunakan AI untuk menyusun storyboard, memilih angle kamera, sampai mengarahkan emosi pemain melalui simulasi visual.

Baca juga: Dos and Don'ts Ketika Ingin Mengirim Cold Message di LinkedIn

Dalam penulisan naskah, AI membantu menganalisis struktur cerita, mengembangkan karakter, dan menyarankan dinamika konflik. Dengan membaca ribuan naskah dan studi psikologi karakter, AI bisa kasih insight soal alur yang engaging dan emosional.

AI juga dapat membantu sutradara mempahami audiens lewat simulasi reaksi emosi. Data ekspresi wajah, tone suara, dan reaksi media sosial bisa memprediksi bagian cerita yang bakal menyentuh hati penonton.

Tools AI seperti Cuebric dan DeepStory jadi andalan buat pre-produksi yang lebih cepat tapi tetap berkualitas. Bahkan, 20th Century Fox pernah kerja bareng IBM Watson untuk buat membuat trailer film Morgan (2016).

AI juga dapat menganalisis tone dan ritme sebelum editor mulai kerja. Sekarang, platform seperti Electric Sheep dan Arcana Labs hadir buat memperlancar pipeline produksi.

Visual dan Desain Makin Canggih

Desain visual tidak lagi sepenuhnya bergantung dengan tangan manusia. Mesin cerdas jadi kolaborator imajinasi, memotong batas teknis, dan mendorong kreator bereksperimen lebih liar.

Menurut Analytics Insight, tools seperti Runway Gen-3 bisa membuat video berkualitas tinggi cuma dengan menginput teks. Model generatif juga bisa mengolah gaya dari impresionisme sampai glitch art untuk membuat komposisi unik.

Baca juga: AI Tools Buat Content Creator, Teman Berkarya atau Ancaman Profesi?

Ilustrator sekarang memakai AI untuk buat mengubah sketsa kasar jadi visual siap produksi. Algoritma membaca kontur, menambah dimensi, bahkan menyarankan pencahayaan. Tools seperti Adobe Firefly bikin pembuatan ilustrasi selesai bisa dalam hitungan detik.

Penulis Digital dan Storyboard Cerdas

AI bukan pengganti imajinasi, tapi penganalisis data yang tidak pernah lelah dalam berkarya. Tools seperti ChatGPT, Sudowrite, dan Tome AI membantu kreator brainstorming ide, menyusun narasi, dan membuat storyboard interaktif.

Penulis memakai AI untuk membuat struktur tiga babak, memberi saran titik konflik, dan mengecek konsistensi karakter. Bahkan bisa menganalisis emosi di tiap kalimat dan memprediksi reaksi audiens. Jadinya, naskah lebih tajam, menyentuh, dan siap produksi.

Kreator bisa fokus mengembangkan konsep, sedangkan teknisnya dikerjakan sistem cerdas yang udah paham gaya si pengguna.

Revolusi Fashion Lewat AI

Fashion kini tidak cuma soal kain dan jarum, tapi juga soal kode dan algoritma. AI merangkai desain, produksi, sampai presentasi fashion dengan cara baru.

Menurut MediaDosen.id, brand lokal sudah memakai AI untuk generate desain digital, membuat model avatar, dan mengatur lighting virtual buat fashion show online. Desainer bisa bereksperimen menghasilkan ratusan desain hanya dalam hitungan menit.

AI membantu brand membuat signature look yang lebih personal, sesuai preferensi pasar dan budaya lokal. Tools seperti Fashable dan CLO 3D membuat desain bisa jalan tanpa menjahit kain, hemat biaya, dan lebih ramah lingkungan.

Di Indonesia, startup Nodeflux pakai computer vision buat menganalisis video real-time. Teknologi mereka bisa dipakai untuk fashion, buat fitting digital atau mengubah background runway tanpa green screen.

Baca juga: Riset Terbaru Populix Patahkan Mitos Anak Muda Tak Suka Menabung

Teknologi ini juga bisa diadaptasi buat virtual try-on dan kampanye visual interaktif. Ini tanda bahwa era kreatif hybrid mulai merambah platform lokal.

AI Bukan Pengganti, tapi Partner

AI bukan robot yang mengambil alih, tapi tangan tambahan yang bisa diajak kolaborasi. Ia dapat membantu mengurangi kerja repetitif seperti ngedit, mencari referensi visual, atau membuat sketsa, supaya waktu Digifriends bisa dipakai membuat konsep yang lebih dalam.

Menurut Forbes, AI sudah masuk ke inti storytelling, seperti menyusun script, menentukan shot, bahkan simulasi emosi karakter. Tetapi alih-alih mengganti kreator, AI justru membantu menemukan arah cerita yang lebih tajam dan berkesan.

Dari sutradara film, ilustrator, sampai desainer fashion, semua mulai mengandalkan AI dalam workflow mereka. Tantangannya sekarang bukan “siapa yang memakai AI,” tapi “siapa yang paling cerdas manfaatkannya.”

Pada akhirnya, tools AI bukan tidak menggantikan manusia. Ini momen agar kreativitas lebih upgrade, lebih cepat, lebih presisi, dan lebih luas jangkauannya. Dunia kreatif sedang berubah, dan AI adalah bagian penting menuju masa depan itu.

  • Editor: Dini Adica
  • Sumber: Forbes, Microsoft, Mediadosen.id
TAGS
RECOMMENDATION
LATEST ARTICLE