LogoDIGINATION LOGO

Ketahui Hak Untuk Perbaiki, Mengatasi Tantangan Sampah Elektronik

author Oleh Claudia Tari Aplabatansa Jumat, 28 Juli 2023 | 16:59 WIB
Share
Share

Tahukah kamu? sampah elektronik, atau e-waste menjadi salah satu masalah lingkungan dan sosial yang serius di era modern. Perangkat elektronik yang rusak atau usang sering kali berakhir sebagai limbah elektronik yang tidak terkelola dengan baik, menyebabkan dampak negatif pada lingkungan dan kesehatan masyarakat.

Berbicara soal sampah elektronik hak untuk memperbaiki merujuk pada hak konsumen atau pengguna untuk memiliki akses dan kebebasan untuk memperbaiki, merawat, dan memperbaharui perangkat elektronik yang mereka miliki. Konsep ini melibatkan kemampuan untuk memperoleh informasi, suku cadang, dan dukungan teknis yang diperlukan untuk melakukan perbaikan secara mandiri atau melalui bantuan layanan perbaikan yang sah.

Pengelolaan limbah elektronik masih menjadi masalah yang kompleks. Perangkat elektronik sering kali dirancang dengan cara yang menghambat perbaikan oleh pengguna, sehingga menyebabkan perangkat dengan masalah kecil pun harus digantikan dengan perangkat baru. Selain itu, kurangnya akses ke suku cadang asli dan informasi perbaikan dari produsen juga membatasi upaya perbaikan mandiri oleh konsumen.

Meskipun hak untuk memperbaiki menawarkan banyak manfaat, ada beberapa tantangan yang perlu dihadapi untuk mewujudkannya. Beberapa produsen mungkin tidak tertarik untuk mendukung hak untuk memperbaiki karena dianggap mengurangi penjualan produk baru mereka. Selain itu, beberapa perangkat elektronik dirancang dengan tujuan untuk sulit diperbaiki atau tidak dapat dipecahkan dengan mudah.

Baca juga: Pertimbangkan Ini Sebelum Membeli Kendaraan Listrik

Dampak Negatif Sampah Elektronik Terhadap Lingkungan

Selain kerugian ekonomi yang diderita konsumen, dampak negatif lain yang ditimbulkan dari sikap distributor dan produsen elektronik adalah semakin meningkatnya penggunaan sumber daya yang kemudian diiringi dengan timbulan sampah elektronik yang dihasilkan.

Menurut ketentuan Peraturan Pemerintah No 27 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Sampah Spesifik (PPPSS), barang elektronik yang tidak digunakan lagi adalah barang elektronik dan/ atau elektrikal yang biasanya dioperasikan dengan baterai atau listrik yang sudah tidak terpakai atau dibuang oleh pemilik terakhirnya. Sampah elektronik dan elektrikal antara lain baterai kering, video kaset recorder, antena, pemutar DVD, alat komunikasi, personal computer, laptop, stereo system, faxsimili, printer, kipas angin, mesin pembersih udara, mixer, mesin pembuat roti, pemanggang roti, mesin cuci, AC televisi, lampu, dan setrika. Lebih lanjut menurut PPPSS, sampah elektronik adalah salah satu jenis sampah spesifik, yang mengandung bahan berbahaya dan beracun 

Indonesia menurut PBB menghasilkan sekitar 1,6 juta ton (1,618) sampah elektronik pada tahun 2019. Lebih lanjut menurut Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Beracun Berbahaya (Ditjen PSLB3), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), diperkirakan timbulan sampah elektronik pada tahun 2021 telah mencapai 2 juta ton.

Hak Untuk Memperbaiki Produk Elektronik Oleh Konsumen

Pada tanggal 8 Juni 2020, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah nomor 27 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Sampah Spesifik. Menurut ketentuannya, Sampah Elektronik merupakan sampah spesifik yang mengandung B3. Sehingga berbahaya bagi manusia dan lingkungan apabila tidak dikelola dengan baik dan benar. Besarnya timbulan sampah elektronik yang dihasilkan memerlukan upaya-upaya pengurangan dan penanganan sampah elektronik secara terintegrasi yang melibatkan seluruh pihak atau stakeholder terkait.

Baca juga: Telkom Restorasi Sampah Elektronik melalui Program Eduvice

Pengurangan sampah elektronik dilaksanakan dengan langkah, yaitu pembatasan timbulan Sampah Spesifik pendauran ulang Sampah Spesifik, dan pemanfaatan kembali Sampah Spesifik. Sedangkan penanganan sampah elektronik dilaksanakan dengan pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir sampah.

Salah satu upaya pembatasan timbulan sampah elektronik adalah dengan mengatur “Hak untuk memperbaiki” dengan tujuan menekan volume timbulan sampah oleh konsumen. Meningkatnya kemampuan konsumen memperbaiki produk elektronik dapat meminimalisir pembelian produk elektronik yang baru. Sehingga konsumen tidak menghasilkan produk elektronik bekas pakai, yang apabila tidak dimanfaatkan berubah menjadi timbulan sampah elektronik.

  • Editor: Dewi Shinta N
TAGS
LATEST ARTICLE

Tips Hemat Naik Pesawat

berikut tips agar bisa lebih hemat naik pesawat domestik di Indonesia!

Selasa, 9 April 2024 | 11:39 WIB