Jangan Bilang-Bilang

Oleh: Agung Adiprasetyo
Minggu, 9 September 2018 | 10:25 WIB
ilustrasi (Shutterstock)

Lompatan teknologi informasi, komunikasi, dan digital, telah mengubah kebiasaan hidup masyarakat hari ini. Di samping teknologi, perubahan juga terjadi karena perlintasan generasi. Dunia menjadi makin terbuka. Harga teknologi makin murah. Informasi mengalir bagai air bah. Semua keadaan ini menanang kemapanan di semua sektor kehidupan. 

Zaman dulu, rapat untuk meluncurkan produk baru atau strategi baru dilakukan di tempat tertutup. Ruang hotel yang dipakai rapat disulap sangat steril sampai-sampai pengantar kopi dalam ruang rapat pun tidak boleh mendengar dan tahu apa yang dibicarakan dalam rapat strategi atau rapat untuk menciptakan produk baru. Produsen mobil harus menutup-nutupi semua mobil prototype-nya sampai-sampai semua orang tak melihat mobil seperti apa yang akan diluncurkan.

Mungkin beberapa tahun lalu, rahasia perusahaan benar-benar menjadi rahasia perusahaan. Orang tidak tahu apa yang terjadi di dalam perusahaan kompetitor. Jika ingin mendapat informasi perusahaan pesaing, sebuah perusahaan harus menyusup orang, memasang mata-mata, atau membayar "orang dalam" yang lebih cinta harta daripada perusahaan. Jika tiba-tiba ada data yang diduga bocor keluar perusahaan, maka perusahaan akan dengan sangat teliti mencari siapa kira-kira yang layak dicurigai telah membocorkan rahasia perusahaan.

Tapi, apa yang terjadi hari ini, walaupun mobil prototyope sudah ditutup demikian rapat, toh wartawan bisa mendapatkan spesifikasi bahkan foto mobil yang ditutup itu.

Berbisnis pada hari-hari belakangan ini seperti masuk ke dalam sebuah rumah kaca. Segala sesuatu yang kita lakukan di dalam rumah kaca bisa dengan mudah dipantau oleh orang lain yang berada di luar rumah. Sebaliknya, para penghuni yang berada di dalam rumah juga dapat dengan mudahnya melihat segala sesuatu yang terjadi di luar rumah. Bagaimana mungkin?

Baca juga: Mumpung Masih Muda, Yuk Mulai Berbisnis

Ilustrasi Teknologi Informasi dan Komunikasi (Shutterstock)

Perkembangan teknologi komunikasi, komputer, digital, dan sistem informasi saat ini semakin memudahkan bekerjanya para telik sandi bisnis. Berbekal perangkat teknologi tersebut, kita dengan mudah bisa mendapatkan informasi tentang apa yang terjadi di perusahan pesaing. Kamera yang ditempelkan di pulpen atau kartu nama bisa menyadap atau merekam kejadian tanpa disadari oleh sang korban. Rekaman suara bisa didapatkan hanya dengan menempelkan loudspeaker sebesar 3 milimeter saja yang ditempelkan di body mobil. Belum lagi alat sadap yang bisa ditembakkan dari jarak cukup jauh. Drone bisa terbang mengintai dan mengintip apa yang dilakukan seorang  di tempat lain. GPS bisa memantau pergerakan orang dan kendaraan. Barang-barang yang dulu hanya bisa ditonton lewat film, atau hanya dipakai untuk keperluan militer, sekarang benar-benar menjadi bagian hidup nyata.

Walaupun perhelatan teknologi baru ini diatur oleh undang-undang dan aturan main di sebuah negara, namun tetap saja teknologi berpotensi melewatinya. Dengan kata lain, di satu sisi dengan mudah kita bisa mendapatkan data pesaing, sebaliknya dengan mudah pula perusahaan pesaing mendapatkan informasi segala hal yang terjadi di dalam perusahaan kita. Apa yang disebut sebagai rahasia perusahaan hari-hari belakangan ini menjadi tidak mudah lagi untuk disembunyikan. Teknologi benar-benar telah memorakporandakan kata "rahasia perusahaan". Apalagi ada banyak karyawan yang suka menceritakan gosip di dalam perusahaan, walaupun kalimatnya selalu dimulai dengan kalimat: "Jangan bilang-bilang...!"

Karena dunia makin terbuka dengan informasi, ilmu pengetahuan makin mudah didapat, orang mudah belajar dari pengalaman orang lain. Fenomena baru ini membuyarkan mitos lama bahwa hanya perusahaan-perusahaan yang telah berpengalaman puluhan tahunlah yang pasti akan mampu bertahan hidup dalam menjalani kerasnya persaingan bisnis saat ini. 

Jika dulu orang-orang keuangan dan jago marketing menjadi sumber daya manusia unggulan perusahaan, saat ini jagoan sistem informasi dan teknologi informasi menyusul dua profesi sebelumnya. Nyaris semua perusahaan hari ini tak bisa lepas dari upaya pemanfaatan teknologi. Di samping karena perkembangan teknologi yang luar biasa, harga teknologinya pun semakin murah.

Baca juga: Batik Pulo Gebang, Melaju Berkat Digital

Ilustrasi (Freepik)

Keputusan membeli teknologi ini bisa berlarut-larut dan terakhir mungkin saja sebuah perusahaan melewatkan waktu tertentu karena tidak berani memutuskan pembelian teknologi. Saat akan mengganti sistem komputerisasi produksi sebuah perusahaan surat kabar misalnya. Pembentukan tim dan pembuatan blue print arah teknologi baru sudah bisa menghabiskan waktu setengah tahun. Pada saat implementasi dan uji coba bisa juga memakan waktu setengah tahun lagi. Pada waktu teknologi baru itu benar-benar diimplementasi barangkali sudah keluar versi terbarunya yang lebih cepat dan efisien.

Informasi akan munculnya perbaikan teknologi atau munculnya teknologi versi baru silih berganti. Mesin dan peralatan bisa terhubung dengan aplikasi di telepon pintar. Dengan sistem ini, beberapa banyak tingkat produtivitas bisa ditingkatkan. Cuti karyawan bisa di approve dalam sekian detik tanpa harus meminta waktu untuk menghadap bos dan minta izin atau tanda tangan. Uang obat, uang dokter, tunjangan makan, dan seluruh pekerjaan yang dulu membutuhkan sekian banyak orang dan menghabiskan waktu berhari-hari, tiba-tiba saja selesai dalam waktu singkat, bahkan self-service. Mengapa ini semua bisa terjadi? Kembali lagi karena harga teknologi makin lama makin murah.

Coba bayangkan harga gadget di pasar, yang hari ini bisa menjadi barometer perkembangan teknologi versus harga teknologinya. Jika ada gadget baru diluncurkan, saya sering memberi saran teman-teman yang emosi akan segera membeli hari pertama atau bahkan preorder: "Jangan buru-buru membelinya, karena tiga bulan kemudian, harga gadget baru itu bukannya naik, bahkan sebaliknya pasti akan turun." Secara berkelakar saya sering mendramatisir: "Apalagi kalau gadget itu kita beli tiga puluh tahun lagi...!"

Saking murahnya, cara orang berkomunikasi hari ini juga mengalami metamorfosis. Telepon yang dipaku di meja nyaris tidak mendapat banyak sentuhan lagi. Bos menghubungi sekretaris lewat telepon seluler, walaupun dia tahu di depan sekretarisnya ada fix telepon yang diletakkan di meja kerjanya.

Baca juga: Lewat Seluler, Akses Keuangan Terbuka Lebar

Ilustrasi Digitalisasi

Kalau dulu hanya tukang daging, tukang pijit, tukang sayur yang bisa kita pesan jasanya untuk mengantar permintaan kita di rumah, sekarang penggunaan telepon seluler sudah merambah juga ke pembantu rumah tangga. Pembantu rumah tangga lebih suka mengirimkan WA ke tuannya saat ada tamu di luar rumah atau saat minta bon gaji, dibandingkan langsung bicara dengan tuannya. Pembantu rumah tangga yang hari ini tidak boleh membawa handphone barangkali tak akan bertahan lama. Mobilitas informasi antarpembantu rumah tangga membuat perpindahan pembantu dari satu rumah ke rumah tetangga lain untuk sekedar mendapatkan tambahan gaji semakin marak.

Begitu murahnya, sampai-sampai ada joke begini. Telepon seluler paling modern masa kini memang hebat. Bisa dipakai untuk membuka pintu, menyalakan AC, memasak nasi. Bagaimana bisa? Jawabannya, beberapa meter sebelum Anda sampai di rumah, saat Anda pulang dari kantor, Anda telepon pembantu rumah tangga Anda memakai telepon genggam, untuk minta dibukakan pintu, menyalakan AC di kamar tidur Anda, dan menyalakan rice cooker. Jadi, saat Anda persis sampai di depan rumah, pintu rumah sudah terbuka, kamar tidur dingin, dan nasi tinggal disantap.

Tapi hari ini rupanya semua kegiatan itu sudah tidak menjadi joke lagi. Kenyataannya, Ac benar-benar bisa dinyalakan melalui telepon genggam kita. Orang tua zaman dulu yang menyekolahkan anaknya ke luar kota atau keluar negeri tak mudah dan tak murah berkomunikasi dengan anaknya. Menulis surat dan mengirimkan uang memerlukan waktu berhari-hari. Saat ini komunikasi sangat murah, bahkan cenderung gratis. Komunikasi bisa dilakukan di mana saja, kapan saja. Bukan hanya lewat tulisan, tetapi langsung melihat wajah.

Singkat kata, perangkat sistem informasi, komputer, dan telekomunikasi kini telah menjadi alat baru banyak perusahaan untuk mendapatkan keunggulan dalam berkompetisi. Akibatnya, persaingan bisnis pada hari-hari ini memasuki platform baru yang berpotensi menisbikan pengalaman tahunan dari sebuah perusahaan.

Baca juga: Command Center, Smart City & AI

ilustrasi (Shutterstock)

Ada istilah teknologi epifani. Teknologi epifani adalah upaya untuk membuat aplikasi teknologi sedemikian rupa sehingga bisa membuat konsumen merasa nyaman. Biasanya pengguna baru teknologi tertentu akan mengalami fobia, atau ketakutan, atau keengganan untuk menggunakan teknologi baru itu. Dia harus mempelajari dulu barang baru itu, membuka manual, mengalami salah mengoperasikan alat, dan banyak urusan lain sebagai pengguna awal. Oleh karena itu, orang sering malas jika harus memakai atau mengganti peralatan teknologi pembantu hidupnya dengan barang baru. Jadi pencipta teknologi itu harus berpikir bagaimana mengurangi perasaan enggan pemakai teknologi baru itu. Fobia harus bisa dilewati, dan kemudian mereka bekerja dengan alat dan teknologi baru itu dengan nyaman dan menyenangkan. Begitu mereka merasa terbantu dan merasa nyaman memakai teknologi baru itu, mereka akan enggan untuk kembali lagi ke teknologi atau ritual sebelumnya.

Teknologi epifani merupakan usaha supaya konsumen tidak mengalami fobia saat pertama kali memakai teknologi tertentu. Atau paling sedikit konsumen tidak perlu melewati masa belajar panjang yang sering membuat orang tidak mau memakai teknologi itu. Istilah anak muda, teknologi ini "gue banget". Pemerintah daerah di salah satu negara skandinavia, ingin agar masyarakatnya lebih banyak menaiki tangga dibanding kskalator dengan alasan kesehatan. Tapi mana mau orang naik tangga, kalau di sebelahnya ada eskalator? Lalu mereka membuat tangga yang jika diinjak akan berbunyi seperti tuts piano. Jadi pada saat orang menaiki tangga itu, tangga itu akan berbunyi seperti orang mengetuk tuts piano. Bahkan mereka bisa bermain-main untuk memainkan musik tertentu. Akibatnya, orang lebih senang naik tangga dibandingkan mempergunakan eskalator.

Ini sebuah contoh lain dari teknologi epifani. Teknisi dari satu merek mesin CT scan berusaha menciptakan irisan lebih rapat untuk memindai otak pasien. Konsekuensinya, mesin itu bersuara lebih keras dan bergemuruh. Suara keras ini membuat takut pasien, lebih lagi pasien anak-anak. Lalu mereka menciptakan teknologi epifani dengan membuat ruangan nyaman bagi pasien. Dekorasi ruangan sejak pasien masuk ke ruang tunggu sudah dikondisikan supaya pasien merasa nyaman, dan emosinya dibawa dalam suasana rekreasi ke laut. Pada saat pasien akan masuk di mesin scanner perintahnya adalah: "Kita akan menyelam ke laut," lalu pasien diajak menahan napas seperti akan masuk ke laut, mereka diberi video pemandangan laut yang indah dan mendengarkan suara teduh dan menenangkan, sampai kemudian tanpa terasa scanning selesai.

Baca juga: 4 Implementasi IBM Watson Analytics Dalam Industri Kesehatan

ilistrasi (Shutterstock)

Sekarang ini sebagian besar kebutuhan teknologi yang menjadi bagian hidup hari-hari dihubungkan dengan aplikasi yang ada di dalam telepon genggam kita. Akibatnya, teknologi epifani bertebaran di mana-mana di sekeliling kita, tanpa kita sadari, hidup kita bergantung dari barang yang ada dalam genggaman tangan kita.

Dari sini muncullah bisnis besar yang dahsyat, yang sama sekali ada di luar jangkauan pikiran kita dua puluh tahun lalu. Bagaimana sebuah perusahaan ojek dikelola tanpa memiliki sepeda motor, atau perusahaan taksi dikelola tanpa memiliki mobil. Bisnis hotel bisa terancam karean airbnb bisa mengelola ribuan kamar hotel tanpa memiliki hotelnya.

Interaksi antarmanusia juga akan lebih banyak diwarnai oleh barcode. Proses pekerjaan nyaris seluruhnya bisa dimonitor melalui barcode. Barcode dengan segala modelnya menjadi bagian penting, karena pembuat program akan memanfaatkan garis hitam putih untuk mengidentifikasikan obyek tertentu. Garis hitam putih ini menjadi unik. Untuk mendeteksi paket barang yang kita kirim, mengetahui sampai di mana proses kerja, memesan tiket konser, tiket bus dan kereta api. Semuanya diterjemahkan dalam barcode. Dan barcode ini bisa dilekatkan langsung pada layar telepon seluler kita. Jadi wajar jika layar telepon seluler akan semakin rapat resolusinya, karena kebutuhan untuk mempergunakan layar telepon seluler akan semakin lengkap dan kompleks.

Tapi apa yang terjadi jika di layar telepon pintar kita ada tulisan "low battery". Wah.. dunia sepertinya berhenti berputar. Gelap! Oleh karena itu, kebutuhan mendesak lain adalah colokan listrik. Di airport, stasiun, rumah makan, tidak afdol hari ini kalau kita tidak bisa menemukan colokan listrik. Colokan listrik kemudian menjadi barang fungsional paling dicintai, bukan lagi sekadar asesoris syukur-syukur kalau ada.

Wifi juga menjadi barang yang paling dicari. Dengan wifi, saluran frekuensi untuk data jadi terbuka. Jika kita pernah mengikuti rombongan tour, maka saat peserta tour masuk ke hotel bukan pertama kali menanyakan nomor kamar, melainkan password wifi. Kalau di sebuah hotel free wifi hanya disediakan di lobi, maka lobi hotel itu akan ramai dipenuhi oleh orang-orang yang mencari free wifi. Dan kalau tour leader tidak cukup tegas "mengusir" peserta untuk segera beranjak dari lobi hotel, maka tour bisa molor gara-gara orang mengejar wifi.

Foto dan status kegiatan semua diunggah ke Facebook atau Instagram supaya semua orang tahu: "Eehh... lihat... saya sedang di Eropa lho...!" Bahkan anak muda tak segan mengubah statusnya: "Sedang patah hati..." tanpa malu diketahui teman-temannya. Pada saat seorang ayah menyaksikan kelahiran bayinya di kamar bersalin, yang nomor satu dilakukan adalah memotret anaknya, lalu mengunggah ke telepon pintarnya, mengumumkan pada semua orang, nama bayinya, beratnya, panjangnya. Dia tak terutama mengucapkan terima kasih pada istrinya, atau peduli keadaan istrinya yang kelelahan dan kesakitan melahirkan anaknya.

Baca juga: Begini Cara Bayar Kekinian dengan QR Code di Aplikasi Yap!

Ilustrasi (Shutterstock)

Jika dulu selau dituduhkan pemakaian telepon genggam sudah mengubah cara hidup generasi milenium, ternyata perubahan kebiasaan itu juga melanda seluruh lapisan usia. Nenek dan kakek di atas enam puluh tahun pun dengan sangat intens tak bisa lepas dari telepon selulernya. Sebelum rapat, sesudah rapat, bahkan selama rapat pun tangan dan mata tak lepas dari telepon genggam. Pernah suatu ketika ada foto rapat pimpinan sebuah asosiasi. Komentarnya: "Lagi seru-serunya rapat...." tapi gambar dalam foto itu menunjukkan semua peserta sedang sibuk sendiri memandangi telepon selulernya.

Whatsapp yang memungkinkan kelompok membentuk grup dengan jumlah anggota chatting lebih banyak dari anggota BBM menjadi bagian hidup masyarakat hari ini. Reuni jadi tren, karena setelah itu komunikasi bisa dilanjutkan lewat grup. Bahkan, keluarga-keluarga juga membentuk grup untuk saling memonitor keberadaan semua anggota keluarga.

Jadi, bagaimana rahasia bisa dijaga dengan semua keadaan seperti ini. Jangankan merahasiakan sesuatu di perusahaan yang berisi ratusan bahkan ribuan orang karyawan. Sedangkan urusan pribadi yang seharusnya tidak mudah dibuka ke publik pun tidak steril dari rahasia. Waktu ada menteri yang diributkan memiliki dua status kewarganegaraanm maka tidak dalam hitungan hari setelah isu itu menyebar, segera saja foto paspor menteri beredar di WA dan media sosial. Padahal paspor merupakan barang pribadi seseorang, apalagi ini paspor seorang menteri. Surat usulan pengangkatan pejabat tinggi kepolisian sudah beredar di grup WA jauh sebelum secara resmi diumumkan oleh kepala polisi atau presiden.

Kembali, tidak mudah menjaga rahasia hari ini walaupun kita ribuan kali mendengar kata-kata off the record, atau kata-kata: "ini buat kamu saja ya......tapi jangan bilang-bilang ke siapa-siapa ya..." Kata-kata yang membuat senyum kecut bagi pelaku bisnis hari ini adalah: "Tidak ada dusta di antara kita....karena tidak ada lagi rahasia."

 

Tulisan ini telah dimuat dalam buku "Raksasa Mati Gaya", Penerbit Buku Kompas (2017).