Merek Lokal Gusur Produk Impor? Pasti Bisa!

Oleh: Ana Fauziyah
Rabu, 17 Oktober 2018 | 08:20 WIB
ilustrasi bisnis lokal (Shutterstock)

Pasar Indonesia dengan populasi penduduk termasuk salah satu terbesar di dunia menjadi target merek-merek global untuk memasuki tanah air. Merek-merek yang sudah punya nama di dunia seperti IKEA, H&M, Uniqlo, dan lain sebagainya saat ini mudah ditemukan di sini.

Konsekuensi banyaknya merek global yang masuk di Indonesia membuat pasar dalam negeri semakin kompetitif. Hal ini membuat pengusaha dan pebisnis lokal semakin kreatif agar bisa mengimbangi serbuan produk impor tersebut. Namun sebagai pebisnis lokal, jangan minder dan merasa terintimidasi dengan kehadiran merek-merek luar, sebab ternyata merek lokal punya kekuatan sendiri, lho.

Ada dua kondisi yang membuat merek lokal menjadi raja di Indonesia sehingga membuat keuntungan tersendiri bagi pebisnis lokal. Apa saja kondisi tersebut?

Baca juga: Bangga Akan Produk Nasional, Lazada Jadikan Merek Indonesia Tuan Rumah di Negeri Sendiri

Kebanggaan Lokal

Kondisi pertama adalah kebanggaan lokal (local pride). Jika ada perusahaan daerah yang memiliki prestasi cemerlang, setidaknya hal tersebut akan memberikan kebanggan pada masyarakat lokal. Keberadaan perusahaan tersebut akan memberikan simbol atau ikon bagi daerah. Ambil contoh, pabrik kaos Joger di Bali atau Dagadu di Yogyakarta yang sangat khas dengan cita rasa kedaerahan.

Keberadaan perusahaan-perusahaan tesebut tidak hanya menggerakkan ekonomi daerah namun juga menjadi aset yang membanggakan penduduk lokal. Kebanggan masyarakat lokal tersebutlah yang menjadi modal utama perusahaan untuk membentuk ikatan emosional yang kuat dengan pelanggan. Jika konsumen bangga memakai produknya, maka akan mudah menjadikan mereka sebagai pelanggan yang loyal.

Baca juga: 5 Cara Membangun Komunitas Di Sekitar Merek

ilustrasi optimasi bisnis lokal (Shutterstock)

Fenomena David VS Goliath

Kondisi kedua adalah fenomena yang dinamakan David versus Goliath yaitu kondisi di mana si Kecil melawan sang Raksasa. Kondisi ini berarti ketika ada dua pihak yang terlibat konflik atau pertentangan, kecenderungan kita adalah membela pihak yang dianggap lebih lemah. Kecenderungan itu juga bisa terjadi dalam bisnis.

Perusahaan lokal secara skala bisnis dan modal, umumnya berada di bawah perusahaan nasional dan global alias diibaratkan sebagai si David yang melawan si Goliath. Ketika mereka bersaing memperebutkan hati pelanggan, kecenderungan konsumen akan lebih memilih perusahaan lokal yang mereka anggap lebih butuh ‘dibela’.

Namun perlu diingat, perusahaan lokal tidak bisa hanya sekadar mengharapkan simpati dan belas kasihan dari pelanggan. Mereka harus menawarkan produk yang benar-benar bermanfaat bagi pelanggan dan kualitasnya bisa disandingkan dengan produk global yang sejenis. Karena itulah penting untuk selalu mencermati kebutuhan dan keinginan pelanggan.

Kamu siap jadi juara lokal?

Baca juga: E-commerce Baru Serap 7% UMKM Lokal, Sisanya Produk Asing