Pekerja Milenial di Era Gig Economy. Seperti Apa, ya?

Oleh: Desy Yuliastuti
Selasa, 27 November 2018 | 08:15 WIB
ilustrasi Gig Economy (Shutterstock)

Istilah Gig Economy atau ekonomi yang bergantung pada pekerja kontrak terus berkembang di Indonesia. Munculnya hal tersebut tak lepas dari pengaruh munculnya industri 4.0, inovasi, dan model bisnis baru yang lebih efektif dan efisien berkat teknologi.

Bertambahnya mereka yang sering disebut gig workers pun dilatari besarnya tuntutan pekerjaan yang "memaksa" perusahaan memiliki sumber daya manusia (SDM) on-demand worker alias “buruh” siap kerja. Meskipun gig Economy sebenarnya bukan hal baru bagi negara-negara maju, tapi di negara berkembang seperti Indonesia, perusahaan besar mulai melihat sisi lain dari para gig workers.

Vishal Tulsian, Managing Director Bank Amar melihat peningkatan ini disebabkan faktor efisiensi biaya rekrutmen serta ide-ide baru yang lebih segar yang dihadirkan oleh para gig workers. Banyak pula yang kreatif dan terbukti mampu menyelesaikan banyak proyek.

“Beberapa perusahaan yang bergerak di industri kreatif memang akan lebih efisien dan efektif jika menggunakan pekerja lepas, selain karena kontrak yang tidak terikat, perusahaan juga bisa mendapatkan pekerja profesional yang diinginkan sesuai dengan kebutuhan perusahaan saat itu,” ungkap Vishal di Jakarta minggu lalu.

Baca juga: Coworking Space vs Kantor Konvensional, Mana yang Lebih Nyaman?

Di lain sisi, milenial saat ini ada yang lebih memilih bekerja sebagai gig workers karena jam kerja yang fleksibel. Tak sedikit pula milenial yang beranggapan jam kantor yang kaku dan ketat justru menghambat produktivitas dan pencapaian target. Ini membuat turnover dalam peusahaan melonjak tajam.

“Tingginya perputaran karyawan dapat menyebabkan kerugian bagi perusahaan. Perusahaan sudah mengedukasi pekerja sesuai dengan visi, misi dan budaya dari perusahaan tersebut, namun justru pekerja milenial lebih memilih pekerjaan lepas demi mengejar kenyamanan bekerja. Hal ini juga memberikan sentuhan baru bagi perusahaan untuk dapat menyelaraskan misi dan visi perusahaan terhadap tren gaya bekerja yang sedang terjadi saat ini,” lanjut Vishal.

Ilustrasi milenial bekerja di coworking space.
Pengaruh digitalisasi, apa untungnya?

Tidak hanya itu saja, sektor SDM juga melihat tren Gig Economy ini memberikan pergeseran gaya bekerja di masa mendatang. Dalam kesempatan yang sama, Faridah Lim selaku Country Manager JobStreet.com Indonesia mengatakan, tren pekerja lepas di Indonesia tak lepas dari digitalisasi dan otomatisasi yang terjadi di era industri 4.0.

“Perusahaan kini cenderung melakukan efisiensi besar-besaran, terlebih lagi milenial menyambut baik cara kerja dengan pekerjaan yang dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja. Namun, dengan semakin terbuka lebarnya kesempatan kerja, para pekerja Indonesia juga harus meningkatkan skill-nya agar dapat bersaing di era yang semakin kompetitif ini,” kata Faridah.

Faridah juga berpendapat Gig Economy akan memberikan banyak perubahan pada gaya bekerja masyarakat. Model jam kerja 9 to 5 yang kaku mulai ditinggalkan milenial, perusahaan pun mulai menyesuaikan meskipun masih ada yang menerapkannya.

Baca juga: DIGITECH 2018, Dukung Indonesia Masuki Industri 4.0

Pemerintah diharapkan mampu merealisasikan peraturan-peraturan yang bersifat suportif untuk melindungi hak-hak para pekerja lepas demi meningkatkan produktivitasnya. Melalui peraturan-peraturan ini, baik pekerja lepas maupun perusahaan akan terus mendukung pertumbuhan perekonomian inklusif di Indonesia.

Meski begitu, Vishal melihat tren Gig Economy masih memiliki kekurangan. “Jika melihat banyaknya pekerja yang memilih bekerja secara lepas, akan meningkatkan angka pengangguran serta penurunan daya beli per orangnya. Jika hal ini terus berlangsung, perekonomian Indonesia akan menjadi stagnan dan tidak berkembang ke arah perekonomian inklusif," sambungnya.

Mengacu pada data Bloomberg, Vishal mengungkapkan dari 127 juta masyarakat Indonesia yang bekerja, sepertiga dari mereka masuk pada kategori pekerja lepas yang bekerja kurang dari 35 jam per minggunya. “Dari sepertiga angka tersebut, lebih dari 30 juta masyarakat Indonesia bekerja paruh waktu," pungkasnya.

Kamu salah satunya?

Baca juga: 2019 Ganti Kantor, Biar Makin Produktif!