Belajar dari 5 Produk Gagal Google

Oleh: Alfhatin Pratama
Sabtu, 13 Oktober 2018 | 16:20 WIB
Seorang Menggunakan Google Plus (shutterstock)

Google telah mengumumkan akan menutup Google Plus pada Agustus 2019, sebagaimana dilansir laman blog resmi Google. Artinya, pengguna masih memiliki waktu 10 bulan ke depan untuk memindahkan data-datanya ke media sosial lain.

Google Plus diluncurkan tahun 2011. Platform yang tadinya diluncurkan untuk menyaingi Facebook ini, secara perlahan harus mengalah karena perkembangan fiturnya tidak begitu pesat. Penggunanya pun sepi, menurut hasil penelitian comScore yang dilansir CBS News, layanan itu hanya dikunjungi rata-rata 3 menit per bulan. Bandingkan dengan Facebook yang dikunjungi rata-rata 405 menit per bulan. Adanya indikasi kebocoran data 500.000 pengguna, yang mengemuka Maret 2018, membuat langkah tutup usia Google Plus semakin pasti.

Google Plus memang lebih efisien daripada Facebook. Pengguna bisa saling bertukar informasi, menjalin komunaksi, menggunggah foto, dan streaming. Tapi, penyalahgunaan data pengguna tanpa izin adalah hal fatal, sebagaimana Facebook juga pernah melakukannya. Data pengguna yang menyangkut privasi seharusnya dijaga dan tidak disalahgunakan tanpa izin pemilik data tersebut. Startup harus belajar soal itu: Jangan main-main soal data!

Selain itu, Google, yang merupakan perusahaan raksasa, juga pernah mengalami kegagalan dalam membuat produk-produknya. Berikut ini, Digination.id merangkum 5 produk gagal Google yang bisa menjadi pelajaran bagi para pendiri startup:

Baca juga: Modalku Lindungi Data Pengguna dengan ISO 27001

Ilustrasi pemutar video (shutterstock)

1. Google Video Player

Google Video Player diluncurkan pada akhir Januari 2005 dan 22 bulan kemudian Google mengakuisisi YouTube dengan $ 1,65 miliar. Setelah pembelian tersebut, semua video telah ditransfer sehingga video yang ingin kamu cari di Google Video Player dapat juga ditemukan di YouTube. Dua tahun beroperasi, pada akhirnya produk Google yang dianggap telah gagal itu tutup.

Konsep ini tidak bisa dibilang buruk karena penggunaannya pun mudah. Pengguna dapat mengunduh langsung video dan menontonnya dari Google Video Player. Jelas, hal ini lebih mudah daripada tahun-tahun sebelumnya. Tapi, karena akuisisi YouTube oleh Google, banyak orang melihat bahwa YouTube memiliki tampilan yang lebih efisien untuk diakses. Pengguna beralih menggunakan YouTube dan mereka tidak membutuhkan lebih dari satu video player di gawainya.

Para pemilik startup dapat mengambil pelajaran bahwa produk yang dibuatnya harus bisa menyelesaikan permasalahan yang ada dengan kreatif dan inovatif.

2. Google Buzz

Google Buzz diluncurkan 9 Februari 2010. Awalnya, produk ini bertujuan untuk menyaingi Twitter. Dengan menggunakan Google Buzz, pengguna dapat terintegrasi langsung ke Gmail. Pengguna juga dapat mengunggah tautan, foto, pembaruan status, dan video. Sayangnya, media sosial ini hanya berusia 22 bulan sejak diluncurkan.

Beberapa permasalahan yang dapat dijadikan pelajaran bagi pemilik startup antara lain, produk ini bukanlah produk satu-satunya di pasar karena twitter sudah lebih dahulu luncur dan diminati. Selain itu, Google Buzz pernah memiliki permasalahan tentang privasi pengguna. Meskipun Google sempat mengatasi masalah ini, publik sudah terlanjur kecewa. Google Buzz pun tidak dapat berkompetisi memaksanya menutup usia.

Baca juga: Tiga Kiat Berkompetisi di Industri Digital Indonesia

Ilustrasi tanya dan jawab (shutterstock)

3. Google Answer

Google Answer diluncurkan tahun 2002. Ini merupakan platform berbayar bagi pengguna untuk bertanya berbagai macam topik. Google merekrut ahli di berbagai bidang untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu.

Tetapi, seiring berkembangnya teknologi, platform serupa banyak bermunculan. Banyak orang lebih memilih untuk bertanya di forum online atau Yahoo! Answer, yang diluncurkan tahun 2005, secara gratis. Mereka dapat bertanya sepuasnya. Walaupun, belum tentu jawaban yang mereka dapat adalah valid.

Kemudian, tahun 2009 muncul Quora dengan tampilan yang lebih sederhana. Pengguna juga bisa mengaksesnya lewat aplikasi di telepon genggam masing-masing. Google Answer yang lebih valid dan berbayar pun hanya mampu bertahan selama 4 tahun dan 8 bulan. 

Pelajaran yang dapat diambil oleh pemilik startup adalah bukan hanya menciptakan produk dengan harga terjangkau atau gratis tapi coba ciptakan produk yang memiliki manfaat luas. Persaingan harga memang jadi tantangan. Jika produk memiliki manfaat luas, seberapapun harganya produk tersebut akan laku di pasar.

Baca juga: Dapatkan, 40 Judul Buku Gratis dan Bermanfaat

Ilustrasi catatan (shutterstock)

4. Google Notebook

Google Notebook diluncurkan 15 Mei 2006. Platform ini digunakan untuk mencatat, menulis, menyimpan teks, gambar, atau link. Ketika muncul Yahoo! Notepad, Google Notebook dinilai memiliki tampilan yang kurang menarik dan lebih sulit untuk diakses.

Kemunculan Evernote tahun 2008 juga membuat Google Notebook semakin goyah. Salah satu kelemahan Google Notebook dibanding Evernote adala fiturnya yang tidak berkembang. Evernote jelas mengembangkan fiturnya, penggunanya juga berkembang dalam 3 tahun sejak diluncurkan.

Sulit untuk mengatakan seberapa populer aplikasi pengambilan catatan dapat terjadi. Google melakukan transisi yang mulus dari Notes ke dalam Google Documents yang sekarang populer. Tahun 2011, Google Notebook tutup. Perjalanan hidupnya yang berlangsung sekitar 5 tahun 4 bulan, membuat Google kemudian mengalihkan Google Notebook ke Google Documents.

Evernote bisa sukses karena pengintegrasiannya dengan berbagai pihak, seperti Dropbox. Kebanyakan platform catatan tidak bisa diintegrasikan dengan perangkat yang berbeda, sementara banyak pengguna yang beraktivitas tidak hanya di depan layar komputer saja. Pemilik startup bisa belajar bahwa integrasi dengan berbagai pihak untuk melakukan inovasi yang sesuai dengan perkembangan zaman sangatlah penting. 

Baca juga: Integrasi Untuk Efisiensi Sistem Logistik 

5. Google Wave

Google Wave diluncurkan 27 Mei 2009. Merupakan sebuah platform komunikasi yang membantu para pengguna internet untuk dapat berkomunikasi dan berkolaborasi online kapan dan di mana saja. Penggunanya dapat berdiskusi dengan teks, foto, video, mengirim peta, dan lainnya. Pesan teks juga dapat diubah menjadi suara.

Platform ini direncankan sebagai platform berkomunikasi yang lebih baru daripada e-mail dan pesan instan. Tapi, apa yang dimaksud dengan cara yang lebih baru? Itu lah yang menjadi pertanyaan banyak pihak. Perkembangannya tidak pesat karena tampilannya rumit dan penggunaannya dinilai sulit. 

Bulan April 2011, Google Wave resmi ditutup. Kemudian, Apache Software Foundation mengambil alih untuk mengembangkannya. Sayang, tahun 2018 platform itu benar-benar tutup usia. Padahal, Google memiliki harapan tinggi terhadap Wave. Berdasarkan kasus ini, pemilik startup harus belajar supaya produk yang dibuatnya tidak menyulitkan pengguna.

Baca juga: Bukti Inovasi Perusahaan Asuransi