Menurutmu Petani Masih Gaptek? Yakin?

Oleh: Alfhatin Pratama
Senin, 17 September 2018 | 08:30 WIB
ilustrasi petani (shutterstock)

Sentralisasi sampai saat ini masih dapat dibilang menjadi salah satu permasalahaan di Indonesia dimana ketimpangan ekonomi menjadi salah satu akibatnya. Indonesia tidak bisa menyelesaikan permasalahan ini jika hanya fokus membangun di perkotaan saja dan melupakan pedesaan sebagai strategi penting untuk mewujudkan pemerataan ekonomi.

Selain itu, partisipasi publik untuk melakukan pembangunan di pedesaan masih dinilai kurang. Belum lagi permasalahan arus informasi yang berdasarkan fakta atau hanya sekedar hoaks yang dapat menimbulkan perpecahan. Hal ini dapat disebabkan karena rendahnya kesadaraan dan pengetahuan di pedesaan.

Untuk menjawab semua permasalahan di atas, kita tidak boleh tinggal diam. Kita bisa belajar dari Gerakan Literasi Digital Desa yang muncul pada tahun 2016. Gerakan ini merupakan salah satu program dari villagerspost.com yang telah berdiri sejak tahun 2014. M. Agung Riyadi (Pemimpin Redaksi villagerspost.com), Said Abdullah (Koordinator Nasional Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP)), Dedi Siswoyo (Gerakan Petani Nusantara (GPN)), dan beberapa lainnya merupakan inisiator dari gerakan ini.

Baca juga: Manfaatkan IoT, Petani Ikan Bisa Lebih Sejahtera

Pelatihan Penulisan Petani (dok. Gerakan Petani Nusantara)

"Kita ingin mengedukasi petani supaya mereka melek digital. Dengan itu, mereka mampu menyuarakan kepentingan mereka sendiri," jelas Agung. Di samping itu, gerakan ini mempunyai 5 tujuan utama, yaitu:

1. Meningkatkan pemahaman generasi muda pedesaan tentang isu pembangunan desa, partisipasi dan kontrol publik.

2. Meningkatkan pemahaman generasi muda tentang teknologi informasi dan komunikasi serta manfaatnya.

3. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan generasi muda pedesaan memahami, memilah dan memilih pesan dari teknologi informasi dan komunikasi.

4. Meningkatkan pemahaman dan keterampilan generasi muda pedesaan dalam memproduksi, menciptakan dan menulis pengetahuan baru dan menyebarkannya ke lang lain.

5. Mengembangkan jejaring dan media yang dapat dimanfaatkan generasi muda di pedesaan untuk menyebarkan pengetahuan yang diproduksinya.

Pada awalnya, Gerakan Literasi Digital Desa diadakan di Bogor, Jawa Barat, tahun 2016. Sekitar 100 petani muda diedukasi dengan 4 aktivitas. Pertama, pelatihan pengenalan teknologi informasi dan komunikasi. Kedua, pengembangan jejaring dan media lintas generasi muda desa. Ketiga, pelatihan menulis, mengemas, dan menyebarluaskan pengetahuan dan informasi berdasarkan fakta seputar desa. Keempat, pelatihan identifikasi dan penelusuran informasi palsu dan informasi fakta. Kegiatan ini bekerjasama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB).

Baca juga: Dari Petani Sampai Penjahit, Bisakah Mereka Ubah Jakarta?

Ilustrasi Petani (Shutterstock)

Selain itu, tahun 2016 hingga 2017, Gerakan Literasi Digital Desa juga mengadakan pelatihan di beberapa tempat seperti Desa Sempu (Ngancar, Kediri, Jawa Timur) Desa Kalensari (Jatibarang, Indramayu, Jawa Barat), Desa Hokeng (Wulanggitang, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur) dan Desa Tanatuku (Waingapu, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur).

"Sejak tahun itu juga sudah ada beberapa warga desa yang aktif menjadi jurnalis kita. Mereka adalah Rahmat Adinata, Petani Organik dari Sumba Timur. Lalu ada Tarsono dan Zaenal Muttaqien, Petani Indramayu, dan Suharjo, Petani Brebes," ungkap Agung. Pelatihan ini tidak akan berjalan lancar tanpa bantuan dari KRKP dan GPN, sambungnya.

Kedepannya, Gerakan Literasi Digital Desa memiliki target untuk meluaskan cangkupan daerah tempat pelatihan dan peserta pelatihan sampai tahun 2020. Mereka menargetkan 100 desa di 52 kabupaten Indonesia dengan jumlah peserta 1500 orang anak muda desa. Beberapa contoh kabupaten yang dituju antara lain Pangandaran, Garut, Banyumas, Purbalingga, Blitar, Nganjuk, Mandailing Natal, Siantar, Lampung Tengah, Gorontalo, Lombok Utara, Luwu Utara, Sumba Timur, dan Flores Timur.

Baca juga: Ternyata Blockchain Berguna Untuk Petani, Lho!>