5 Anak Muda Indonesia Ini “Pulang Kampung” Demi UMKM

Oleh: Desy Yuliastuti
Senin, 5 Maret 2018 | 06:13 WIB
Iming-iming kesuksesan bekerja di perusahaan bergengsi di negara-negara besar di dunia tidak membuat lima sosok ini tergiur

Iming-iming kesuksesan bekerja di perusahaan bergengsi di negara-negara besar di dunia tidak membuat lima sosok ini tergiur. Padahal, dengan bekal pendidikan di kampus bergengsi luar negeri ditambah dengan segudang prestasi membuat jalan karier mereka lancar bak jalan tol.

Namun, mereka memilih kembali ke tanah air untuk mengaplikasikan ilmu mereka di negeri sendiri. Tujuannya tak lain adalah untuk memberikan kontribusi nyata untuk memajukan Indonesia agar tidak kalah bersaing dengan negara lain.

Berikut lima anak muda Indonesia yang pulang kampung dan turut berkontribusi membangun Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

Crystal Widjaja, SVP Business Intelligence Go-Jek

-

Perempuan muda berusia 26 tahun ini lahir dan besar di Texas, Amerika Serikat. Meskipun demikian, Crystal merupakan WNI. Dan ketika usianya menginjak 24, dia mantap melangkahkan kaki ke Indonesia untuk bergabung dengan perusahaan aplikasi on-demand terbesar di Indonesia, Go-Jek. Keinginan untuk dapat memberikan dampak sosial yang lebih besar bagi perubahanlah yang mendorong perempuan berkacamata ini pulang ke Indonesia hanya dalam waktu satu minggu pascalamaran pekerjaannya diterima oleh HR Go-Jek. Padahal saat itu, ia telah memiliki karier yang cemerlang di Texas.

Kini, Crystal diberikan tanggung jawab memimpin divisi business intelligence. Lulusan University of California, Berkeley jurusan Metode Empiris ini sebelumnya sempat bekerja di beberapa startup di California. Dia juga sempat terlibat riset tentang ekosistem model ventura, merger dan akuisisi dalam ekosistem startup. Pengalaman-pengalaman inilah yang memberikan banyak pelajaran baginya mengenai seluk beluk startup. Dengan berbekal ilmu dan pengalaman yang ia dapatkan itu, perempuan berkacamata ini bertekad untuk mengabdi dan berkontribusi untuk perubahan yang lebih baik.

Baca juga: Go-Jek Bantu Majukan Bisnis UMKM Kuliner, Bagaimana Caranya?

Garri Juanda, Co-Head of Marketplace Tokopedia

-

Garri sempat memutuskan untuk tidak kembali ke Boston untuk melanjutkan kuliah S2-nya jurusan administrasi bisnis di Harvard Business School pada tahun 2016 lantaran ingin memberikan kontribusi lebih di Tokopedia. Pekerjaan yang ia lakoni dalam periode singkat 3 bulan tersebut membuat Garri terpacu untuk dapat terus membantu lebih banyak pelaku UMKM Indonesia maju dan sukses dengan cara berjualan online. Tekad dan semangat ini tetap ia pegang teguh hingga akhirnya ia kembali ke Indonesia setelah menyelesaikan kuliahnya untuk bekerja di Tokopedia pada tahun lalu.

Sebelumnya, Garri sempat merintis karier di perusahaan e-commerce Jepang, Rakuten selama 4 tahun. Dalam masa dua tahun pertama, kariernya melesat cepat. Garri yang sebelumnya diberikan tanggung jawab sebagai product manager kemudian dipromosikan sebagai lead corporate planning.

Dari pengalaman itulah Garri banyak mempelajari seluk beluk perusahaan e-commerce yang kemudian ia jadikan bekal untuk diterapkan di Indonesia. Dengan ilmu dan pengelamannya tersebut, Garri ingin turut berkontribusi dalam membantu masyarakat Indonesia untuk memiliki kehidupan yang lebih baik.  

Baca juga: 7 Startup Melesat Berkat Prestasi Pemuda Indonesia

Brian Limiardi, Head of Business Development Kioson

-

Ketidakmerataan penetrasi digital ke daerah kota-kota lapis kedua merupakan tantangan besar bagi perusahaan startup di Indonesia. Padahal akses digital dapat membantu masyarakatnya untuk lebih maju dan berdaya. Hal ini pula yang membuat Brian Limiardi memutuskan untuk kembali ke Indonesia untuk kemudian bergabung dengan Kioson, startup Online to Offline (O2O) e-commerce yang berkomitmen sebagai penjembatan antara underserved market dengan dunia digital.

Salah satu lulusan terbaik University of Illinois at Urbana-Champaign jurusan Computer Engineering ini merasa memiliki kesamaan misi dengan Kioson, yakni ingin merangkul lebih banyak masyarakat untuk mengenal dunia digital yang selama ini masih dirasa sulit bagi masyarakat di kota lapis kedua di Indonesia.

Sebelum bergabung dengan Kioson, Brian telah berkarier di Goldman Sachs New York City selama dua tahun sebagai Derivative Technology Analyst. Pehobi karting ini kemudian sempat menjalani masa studi MBA selama 1,5 tahun di Yale School of Management. Namun, memasuki sisa semester akhirnya, niat Brian untuk kembali ke tanah air semakin mantap. Pemuda berusia 24 tahun ini kemudian bersama dengan Kioson mengintegrasikan online merchants berupa pelaku usaha UMKM dan offline customer (masyarakat yang belum tersentuh layanan digital) melalui jaringan kemitraan.

 

Zakka Fauzan Muhammad, VP Product Bukalapak

-

Alumni dari Freie Universitat Bozen, Italy ini merupakan karyawan ke-17 yang bergabung dengan Bukalapak pada tahun 2013. Ketika memutuskan untuk bergabung dengan perusahaan rintisan yang dibangun oleh teman satu angkatannya sewaktu di Institut Teknik Bandung (ITB) ini, Bukalapak masih dalam tahap awal pengembangan.

Zakka diberikan kepercayaan untuk memegang tanggung jawab dalam hal product expansion yang kemudian membawa peningkatan pesat bagi Bukalapak yang di tahun 2017 lalu telah mencapai angka 11,2 juta pengguna dan lebih dari 1,3 juta penjual di akhir tahun 2016. Selama periode kariernya tersebut, Zakka turut berkontribusi dalam memberdayakan para pelaku UKM yang memasarkan produknya secara online di Bukalapak.

Sebelum bergabung dengan Bukalapak, Zakka banyak memiliki pengalaman dalam bidang pengembangan proyek dan system analyst/software developer di Bandung. Pergeseran kariernya tersebut rupanya menjadi tantangan tersendiri bagi pria yang juga rajin menulis blog ini. Rasa tertantang yang dibekali dengan pengetahuan dan pengalamannya tersebut, Zakka berhasil mengembangkan Bukalapak hingga mencapai peningkatan CVR lebih dari tujuh kali dalam kurun waktu 3,5 tahun masa kariernya.

Baca juga: 5 Inovasi Startup Fintech Indonesia Bantu Pecahkan Masalah Finansial

Haryanto Tanjo, CEO dan Co-Founder Moka

-

Pelaku usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) sering kali mengalami hambatan dalam pengelolaan penjualan, karena mereka masih menerapkan cara manual. Hal tersebut terjadi karena sistem pengoperasian modern memerlukan biaya mahal. Hal ini dirasakan pula oleh Haryanto Tanjo ketika menjalankan bisnis e-commerce di San Fransisco. Berangkat dari pengalamannya tersebut, Haryanto tercetus ide untuk membuat suatu solusi pembayaran terintegrasi dengan POS mobile yang dapat dimanfaatkan oleh berbagai bidang usaha, utamanya pelaku UMKM dengan biaya yang terjangkau.

Ide ini dirasa sangat pas dengan kondisi pasar di Indonesia. Alumni UCLA Anderson ini kemudian meluncurkan Moka, startup point-of-sales mobile (mPOS) yang memberikan solusi bagi UMKM yang tidak memiliki modal atau investasi untuk sistem finansial digital.

Melalui Moka, Haryanto ingin mendorong pelaku UKM untuk mulai memanfaatkan pengelolaan penjualan secara digital. Dengan demikian, segala jenis transaksi akan terekam secara real time kapan pun dan di mana pun transaksi penjualan dilakukan. Meskipun demikian, ide Haryanto dapat dikatakan masih terbilang baru dan tak begitu dikenal oleh pelaku UMKM, sehingga poin edukasi layanan produk menjadi bagian tersulit. Namun, tantangan tersebut tidak menyurutkan tekad Haryanto untuk merangkul lebih banyak UMKM untuk menggunakan teknologi guna memudahkan bisnis mereka. Sejak diluncurkan pada tahun 2014, Moka telah membantu lebih dari 8000 pelaku UMKM di berbagai kota di Indonesia.

Baca juga: Pemerintah Ajak Tenaga Ahli Digital “Pulang Kampung”