Resmi, BI Larang Jual Beli Uang Digital

Oleh: Ana Fauziyah
Senin, 15 Januari 2018 | 04:11 WIB
Bank Indonesia (BI) secara resmi mengeluarkan pernyataan larangan jual beli uang digital (virtual currency) di seluruh wilayah Indonesia

Bank Indonesia (BI) secara resmi mengeluarkan pernyataan larangan jual beli uang digital (virtual currency) di seluruh wilayah Indonesia. BI menegaskan bahwa uang digital termasuk Bitcoin, Ethereum, Ripple dan lain-lainnya tidak tidak diakui sebagai alat pembayaran yang sah.

Dalam pers rilis yang disampaikan pada hari ini, BI menegaskan larangan tersebut sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang No. 7 tahun 2011 tentang Mata Uang yang menyatakan bahwa mata uang yang sah digunakan adalah uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia.

“Setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran, atau kewajiban lain yang harus dipenuhi dengan uang, atau transaksi keuangan lainnya yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib menggunakan Rupiah,” tegas Agusman Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI dalam keterangan resmi.

Bank Indonesia menegaskan bahwa sebagai otoritas sistem pembayaran, Bank Indonesia melarang proses transaksi pembayaran dengan virtual currency oleh seluruh penyelenggara jasa sistem pembayaran (prinsipal, penyelenggara switching, penyelenggara kliring, penyelenggara penyelesaian akhir, penerbit, acquirer, payment gateway, penyelenggara dompet elektronik, penyelenggara transfer dana) dan penyelenggara teknologi finansial di Indonesia baik bank dan lembaga selain bank. Hal tersebut sebagaimana diatur dalam PBI 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran dan dalam PBI 19/12/PBI/2017​ tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial.

Menurut BI, kepemilikan virtual currency sangat berisiko dan sarat akan spekulasi karena tidak ada otoritas yang bertanggung jawab, tidak terdapat administrator resmi, tidak terdapat underlying asset yang mendasari harga virtual currency serta nilai perdagangan sangat fluktuatif.

Beberapa poin tersebut membuat uang digital sangat rentan terhadap risiko penggelembungan (bubble) serta rawan digunakan sebagai sarana pencucian uang dan pendanaan terorisme, sehingga dapat mempengaruhi kestabilan sistem keuangan dan merugikan masyarakat. “Oleh karena itu, Bank Indonesia memperingatkan kepada seluruh pihak agar tidak menjual, membeli atau memperdagangkan virtual currency,” tegas Agusman.

Kebijakan ini diterapkan Bank Indonesia selaku pemegang otoritas di bidang Moneter, Stabilitas Sistem Keuangan dan Sistem Pembayaran sebagai upaya untuk senantiasa menjaga stabilitas sistem keuangan, perlindungan konsumen dan mencegah praktik-praktik pencucian uang dan pendanaan terorisme.