AppsFlyer: Pasar Marketing Aplikasi Indonesia Tumbuh Pesat Pada 2020

Oleh: Rommy Rustami
Selasa, 15 Desember 2020 | 20:14 WIB

AppsFlyer merilis Laporan Marketing Aplikasi Indonesia Edisi 2020, yang menyajikan informasi  terkait install aplikasi mobile dan karakteristiknya di Indonesia mulai dari bulan Januari hingga September 2020.

Beberapa temuan utama dalam laporan ini menunjukkan pertumbuhan nilai ekonomi aplikasi mobile yang signifikan di Indonesia terutama dalam hal installs, in-app spend, user retention, marketing.

Selama masa pandemi ini semakin banyak orang Indonesia menghabiskan waktu di rumah dan bergantung pada aplikasi mobile untuk kehidupan sehari-hari mereka. Hal ini juga menunjukkan bahwa para marketer harus fokus pada remarketing dan proteksi dari ancaman fraud iklan untuk mempertahankan pendapatan di dalam lanskap aplikasi mobile yang sangat padat.

Laporan Marketing Aplikasi Indonesia Edisi 2020 tersebut menganalisis 813 juta install yang tercatat di Indonesia pada Januari - September 2020, termasuk 16 miliar sesi pembukaan aplikasi dan 460 juta konversi dari proses remarketing. Studi ini juga meliputi sedikitnya 2.250 aplikasi dengan angka 1.000 penginstalan Non-Organik (NOI) per bulan.

COVID-19 memberi dampak signifikan terhadap pengunduhan aplikasi dan game di Indonesia, yang membuat tahun 2020 menjadi tahun yang sangat penting untuk Instalasi Non-Organik di seluruh kategori aplikasi utama, dengan keseluruhan Instalasi Non-Organik lebih dari dua kali lipat dibandingkan tahun lalu. Kategori Hiburan dan Makanan & Minuman menjadi favorit dengan peningkatan masing-masing yang mencapai sebesar 340% dan 180%.

Install organik pun mengalami pertumbuhan tinggi di kategori Keuangan (+241%), Hiburan (+72%), Pendidikan (+33%) dan Belanja (+29%) dalam kurun periode yang sama. Install aplikasi ini secara umum mencapai puncaknya pada bulan Maret 2020, sebelum status darurat karena pandemi pada 31 Maret 2020.

Pertumbuhan ini sejalan dengan tren pertumbuhan ekonomi internet Indonesia yang diperkirakan akan mencapai nilai US$124 miliar pada tahun 2025 dari sebelumnya US$44 miliar pada tahun 2020. Nilai transaksi belanja iklan aplikasi mobile juga diperkirakan akan berlipat ganda menjadi US$783,9 juta pada 2024, atau melonjak 99.1% dari nilai US$393,7 juta pada bulan Oktober 2020.

President dan Managing Director untuk APAC, AppsFlyer, Ronen Mense menjelaskan bahwa peningkatan install aplikasi mobile yang signifikan tahun ini telah menunjukkan kekuatan dan matangnya lanskap mobile commerce di Indonesia, yang telah menjadi salah satu negara dengan digitalisasi tercepat di dunia.

"Masyarakat Indonesia sudah terbiasa melakukan transaksi belanja dengan perangkat seluler mereka, baik untuk kategori seperti keuangan, hiburan, makanan & minuman serta belanja, terutama ketika pandemi terjadi," katanya.

Lebih lanjut Mense mengatakan ketersediaan dan aksesibilitas terhadap berbagai kategori aplikasi sedikit banyak membantu kehidupan masyarakat di tengah pandemi. Namun hal ini juga para pengembang aplikasi dan marketer harus berupaya ekstra dalam menghadapi persaingan yang ketat di pasar aplikasi, mengatur anggaran yang terbatas sekaligus berhadapan dengan para fraudster.

Dengan install aplikasi yang bertumbuh, laporan ini menunjukan tingkat retensi yang sedikit lebih rendah karena konsumen memiliki akses terhadap pilihan yang bervariasi. Tingkat retensi selama 30 hari pada tahun 2020 turun menjadi 3% dari 4% tahun lalu, bersamaan dengan meningkatnya install secara keseluruhan.

Laporan AppsFlyer juga menampilkan fakta meningkatnya ad fraud, yang tercermin dari nilai volume fraud pertahun di Indonesia yang diperkirakan melampaui lebih dari US$150 juta.

Ad Fraud adalah hal yang serius, terutama bagi aplikasi populer, karena 10% dari NOI beberapa aplikasi terbesar di Indonesia (dalam hal popularitas) memiliki tingkat fraud mencapai 30%.

Tingkat ad fraud tertinggi terdapat dalam kategori aplikasi keuangan, pendidikan, makanan & minuman serta belanja, khususnya pada bulan April dan Mei ketika install aplikasi berada di puncaknya. Sebagian besar ad fraud muncul dari Bots, yang berkontribusi 60% di hampir seluruh kategori aplikasi.