Nggak Mau Bikin Startup Unicorn? Bikin Zebra Aja!

Oleh: Aulia Annaisabiru Ermadi
Minggu, 11 November 2018 | 13:25 WIB
ilustrasi zebra (Shutterstock)



 


Gembar-gembor startup unicorn sudah terdengar ke seluruh penjuru dunia startup digital. Bahkan Indonesia pun punya program Nexticorn alias The Next Indonesian Unicorn, sebuah program yang dirancang Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk melahirkan startup unicorn baru.

Apa sih startup unicorn? Intinya, istilah ini merujuk ke perusahaan rintisan yang memiliki valuasi USD 1 miliar. Biasanya, unicorn menimbulkan disrupsi pada pasar yang didatanginya. Contoh unicorn di Indonesia termasuk Go-Jek, Tokopedia, Traveloka dan BukaLapak.

Ingin tahu lebih lanjut? Digination punya beberapa tulisan soal startup unicorn dalam topik pilihan: Unicorn, Oh Unicorn.

Nah, belum juga kelar soal unicorn-unicorn-an ini, muncul lagi istilah baru bernama zebra. Dalam sebuah tulisan di Entrepreneur.com, Yifat Oron, CEO LeumiTech, mengatakan dunia harus melupakan unicorn dan mulai memperbanyak zebra.

“Ada nggak sih cara menumbuhkan perusahaan, dengan skema pendanaan yang berbeda, yang tidak terus-menerus dikejar-kejar upaya penggalangan dana yang semakin besar?” tulis Oron.

Jawabannya, kata Oron, adalah dengan membuat zebra. “Perusahaan zebra melakukan bisnis yang nyata, tidak berusaha mendisrupsi, mengejar profit dan membantu masalah di masyarakat.

Co-founder Switchboard, Mara Zepeda, telah menyerukan gerakan “beternak zebra” ini sejak 2017. Dalam tulisan di Quartz, Zepeda menyebutkan: “Kita tidak bisa berasumsi perusahaan (zebra-red.) ini akan tumbuh dengan sendirinya. Kita harus dengan sengaja membangun infrastruktur yang menumbuhkan mereka,” tulisnya.

Jadi, apa itu zebra? Kurang lebih ciri-cirinya adalah sebagai berikut:

Zebra itu hitam-putih.

Hitam melambangkan pembukuan yang hitam, tidak merugi. Berbeda dengan kebanyakan startup digital yang mau jadi unicorn, yang tega “bakar duit” dan menjalankan perusahaan dalam keadaan merugi.

Sedangkan putih melambangkan kepedulian perusahaan zebra pada masalah yang ada di masyarakat. Perusahaan zebra selalu punya keinginan untuk membantu menyelesaikan masalah yang ada di masyarakat.

Zebra itu mutualistik.

Tidak seperti kecenderungan perusahaan startup unicorn yang berusaha mematikan pesaingnya, zebra membentuk kelompok yang saling menguatkan.

Baca juga: Investor Lokal untuk Unicorn Indonesia, Apa Kendalanya?

Lucunya, menurut Oron, perusahaan zebra kebanyakan didirikan oleh founder yang tidak biasa. Artinya di luar dari kelompok pria, kulit putih, berlatar belakang kaya.

Oron menuliskan, banyak pendiri zebra adalah perempuan atau dari kelompok masyarakat kulit berwarna. Dua kelompok ini merupakan yang kerap tidak mendapat kesempatan pendanaan yang sama di Silicon Valley.

Kalau di Indonesia? Sejauh ini istilah zebra masih belum dikenal luas, namun kita mengenal perusahaan yang berusaha memberikan dampak sosial sambil berbisnis. Sebut saja iGrow, eFishery, Amartha, Reblood dan Kostoom. Nama-nama itu agaknya lebih cocok jadi kandidat zebra Indonesia daripada sekadar jadi unicorn. Bagaimana menurut kamu?