Disadari maupun tidak, ekosistem pembayaran kini secara bertahap telah mengalami pergeseran ke arah digital. Tidak hanya di Indonesia, hal ini terjadi secara global di seluruh penjuru dunia.
Banyak orang, perusahaan, dan organisasi sedang berlomba-lomba mengadopsi solusi pembayaran terbaru dan berupaya untuk mencegah permasalahan keuangan di tengah-tengah transformasi teknologi saat ini.
Dalam The Payments Forecast Book 2018, Business Insider memperkirakan transaksi e-commerce akan meningkat sebesar 91% selama lima tahun ke depan dan akan menyentuh angka USD 5,7 triliun pada tahun 2023 di beberapa wilayah utama secara global.
Tingginya tingkat laju pertumbuhan transaksi inilah yang mendorong beragam bisnis untuk bergelut dengan industri pembayaran.
Sebagai ganjarannya, tentu saja beberapa tahun ke depan, yang menurut Business Insider adalah sekitar lima tahun lagi, pergeseran ini akan memacu pertumbuhan uang yang luar biasa.
Baca Juga:
Menkominfo: Digital Payment Bakal Geser Consumer Banking
Dampak dari transformasi digital dalam industri pembayaran ini akan mempengaruhi seluruh dunia, baik negara maju maupun negara berkembang.
Dalam transaksi non-tunai misalnya. Peningkatan penetrasi kartu global dan terminal, ditambah dengan meningkatnya volume pembayaran digital, akan menjadi pendorong utama pertumbuhan transaksi ini.
The Payments Forecast Book 2018 bahkan meramalkan, besarnya transaksi non-tunai yang dilakukan oleh pelanggan maupun bisnis akan menyentuh angka USD 841 milyar secara global pada tahun2023, atau meningkat sebesar 46% dari USD 577 miliar pada tahun 2018 ini.
Dalam hal ini, Asia, Amerika Utara, dan Eropa akan menjadi tiga wilayah pertumbuhan dan akan menyumbang sebesar 70% dari semua pertumbuhan transaksi non-tunai.
Untuk berhasil menghadapi pergeseran ini, individu dan organisasi harus mampu memahami sepenuhnya transformasi digital yang akan mempengaruhi industri pembayaran, pendorong utama pertumbuhan ini, dan bagaimana semua itu berhubungan dengan pekerjaan yang mereka lakukan setiap hari.