Memahami Esensi Financial Technology

Oleh: Ana Fauziyah
Rabu, 16 Agustus 2017 | 07:24 WIB
Dalam beberapa tahun terakhir, financial technology (fintech) berkembang menjadi sebuah peluang bisnis yang menjanjikan

Dalam beberapa tahun terakhir, financial technology (fintech) berkembang menjadi sebuah peluang bisnis yang menjanjikan.

Bagi Anda yang penasaran, National Digital Research Centre di Dublin—Irlandia, mendefinisikan fintech—sebagai sebuah inovasi dalam layanan keuangan. Nah, merujuk pada namanya, fintech—ditujukan untuk mempermudah masyakat dalam mengakses produk keuangan, mempermudah transaksi, serta meningkatkan leterasi keuangan. Pun itu sebabnya, “sasaran” dari perusahaan fintech, ada pada segmen perusahaan B2B atau justru tidak menutup kemungkinan: ritel. Untuk di Indonesia sendiri—perusahaan fintech, cenderung didominasi oleh mereka yang bergerak di bidang start up.

Lebih lanjut, dunia fintech sendiri terdiri atas banyak jenis. Ini mencakup start up yang bergerak di bidang pembayaran (DoKu, Kartuku, iPay88, dsb); peminjaman (lending); perencanaan keuangan (personal finance, Finansialku); investasi (Marketplace Reksa Dana, Xdana, dsb); pembiayaan (crowfunding); remitansi; hingga riset keuangan.

Beradaptasi dengan Perkembangan Teknologi

Lahirnya fintech lantas merupakan satu “bukti” bagaimana sektor finansial menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi. Mengingat peran pentingnya dalam menguatkan perekonomian negara—keberadaan fintech juga memancing kemunculan beragam tren start up baru yang kelak bersaing—dengan karakter dan spesialisasinya masing-masing. Ada yang bergerak di bisnis mikro, pembayaran tagihan, layanan keuangan, produk finansial, dan masih banyak lagi. Nah, untuk mewadahi start up tersebut, pada September 2015, telah diresmikan pula asosiasi perusahaan teknologi finansial pertama di Indonesia, yakni FinTech Indonesia.

Pada akhirnya, tren fintech ditengarai turut menyumbang andil yang sangat besar. Terlebih, dalam meningkatkan taraf hidup dan mengubah gaya hidup masyarakat menjadi praktis dan tentu saja: lebih baik. Satu contohnya, yakni Soft Space (Malaysia) yang menerima pembayaran kartu kredit maupun debit berbiaya rendah.

Melalui fintech pula, risiko penipuan dan kerugian akibat pinjaman berbunga tinggi, dapat diminimalkan. Sebaliknya, keberadaan start up fintech justru membuat sistem peminjaman dan alur pengelolaan uang, bisa dilakukan dengan cara yang transparan. Setidaknya, beberapa proyek membuktikan, untuk di kawasan Asia Tenggara—fintech berperan untuk mengentaskan kemiskinan pada lebih dari 600 juta jiwa.

Bagaimana, apakah Anda mulai tertarik menjadi pemain atau justru investor start up financial technology?