Profit Bukan Tanda Sukses Startup?

Oleh: Sukindar
Selasa, 3 April 2018 | 17:43 WIB
Pendapat dan keuntungan bukanlah menjadi tolok ukur keberhasilan perusahaan, terutama untuk keberhasilan jangka panjang

Pendapat dan keuntungan bukanlah menjadi tolok ukur keberhasilan perusahaan, terutama untuk keberhasilan jangka panjang.

Bagaimana bisa seperti itu? Geoffrey James telah mengulasnya secara mendetail mengenai hal ini melalui halaman INC.

James mengulas lebih mendalam mengenai apa yang dilupakan oleh banyak startup dalam membangun bisnis jangka panjang.

Baginya, pendapatan lebih besar dari sebelumnya belum tentu menandakan perusahaan dalam kondisi baik, berlaku juga untuk kondisi sebaliknya.

Terdapat satu kunci ukuran finansial yang sering dilupakan oleh para pelaku usaha. Ukuran ini bahkan bisa sama atau bahkan lebih penting dibandingkan pendapatan atau keuntungan.

James menjelaskan bahwa ukuran yang cukup perlu dipertimbangkan tersebut adalah persentase hilangnya pelanggan di tahun sebelumnya.

Untuk bisnis dengan model langganan, James menyebut ukuran metrik finansial tersebut sebagai cancellation rate.

Atau, dalam istilah sebaliknya biasanya disebut retention rate, yakni 100% dikurangi dengan cancellation rate.

Kedua istilah tersebut merepresentasikan ukuran loyalitas pelanggan, yang juga merupakan konsep dari ukuran metrik finansial.

Secara sederhana, perusahaan bisa saja kehilangan uang disebabkan karena cancellation rate tinggi meski pendapatan dan keuntungan juga lebih tinggi.

James menggambarkan, sebuah perusahaan memiliki jumlah konsumen yang sama pada kuartal pertama di tahun pertama dan kedua.

Jika setiap pelanggan memberikan rata-rata keuntungan yang sama di kedua waktu, maka pendapat yang diperoleh perusahaan akan tetap sama.

Hal ini belum tentu berarti baik-baik saja, apabila perusahaan sebenarnya kehilangan sebagian konsumen yang menuntut perusahaan mencari penggantinya.

Banyak perusahaan, terutama yang memiliki tim pemasaran yang agresif, lebih fokus mendapatkan konsumen baru sehingga melupakan pelanggan lama.

Menurut James, hal tersebut hanya akan mengurangi penerimaan keuntungan dari perusahaan dalam tiga cara, meskipun pertumbuhan perusahaan sangat baik.

Biaya Akuisisi Pelanggan Baru Yang Tinggi

James mengklaim bahwa mempertahankan konsumen lama lebih murah dibandingkan mendapatkan konsumen baru.

Dalam beberapa situasi, biaya untuk mendapatkan konsumen baru bisa mencapai sepuluh kali lipat dibandingkan mempertahankan konsumen lama.

Peningkatan Biaya Akuisisi Pelanggan Baru

Tidak bisa dipungkiri biaya akuisisi pelanggan baru akan terus meningkat dari waktu ke waktu, mengingat level pemasaran yang juga terus meningkat.

Pada tahap awal, tim pemasaran mungkin akan dengan mudah mendapatkan pelanggan baru, seperti menggapai buah yang menggantung rendah di pohon.

Namun di lama kelamaan, tim harus memanjat pohon sebagai upaya untuk dapat menjual buah dari pohon yang sama.

Sebagai contohnya, perusahaan dapat menjangkau banyak konsumen saat pertama kali mengirimkan newsletter.

Namun di newsletter selanjutnya, prospeknya akan menjadi lebih sedikit, dan bahkan akan selalu berkurang dari waktu ke waktu.

Menurunnya Keunggulan di Kompetisi

James menegaskan bahwa setiap hilangnya konsumen yang kita miliki, maka dapat berpotensi membuat konsumen baru bagi perusahaan lain.

Sebuah kerugian lebih besar lagi karena kita tanpa sengaja telah membuat publikasi buruk, jika kehilangan konsumen dalam kompetisi karena ketidakpuasan.

Publikasi buruk bisa menyebabkan banyak konsumen atau calon konsumen menjauh, sehingga menjadi keuntungan bagi perusahaan kompetitor.


Selain melihat pendapatan dan keuntungan dari perusahaan, melihat cancellation rate juga sangat perlu dipertimbangkan.

Bahkan James menyarankan agar mengalokasikan sebagian dana pemasaran dan sumber daya untuk membangun basis konsumen yang lebih baik, jika cancellation rate perusahaan di atas 10%.